[caption id="attachment_374306" align="aligncenter" width="600" caption="4.bp.blogspot.com"][/caption]
*
Barangkali senja hanya bisa dikenang dengan puisi, mungkin matahari yang tenggelam itu sangat penuh, dengan coretan karena kebanyakan ia tuliskan.
Matahari pun larut dalam peradun, bulan memasang lilin, dan bintang memicing meruncingkan sinar seperti doa, supaya sang pemuisi menemani malamnya. Hamiim yang berarti setia, puisi baginya adalah kepedihan. Kau meski tahu, puisi yang dibuat dengan penuh kepedihan lebih berjiwa dan mempunyai nyawa. Itulah sebabnya semua pemuisi kebanyakan menderita. Tak ada hal yang sia-sia di dunia ini pun kepedihan yang ia tuliskan, pada lembar puisi.
Tiada hari tanpa kepedihan, tidak ada puisi berarti tidak ada kepedihan. Itu pekerjaan, Hamiin, selain sebagai pemuisi ia juga melakukan hal-hal lain. Jika ia sedang tidak menulis puisi: di siang hari ia akan duduk di teras rumah, lalu tak segan-segan memukuli orang-orang yang lewat di depan rumahnya --yang dengan sengaja memasang muka masam dengan keputusasaan. Baginya kepedihan hanya miliknya. Barangkali, ia tak mengijinkan orang lain akan membuat puisi, sama, dengan semua kepedihan di dalam dirinya. Dan, saya anjurkan bagimu jangan sekali-kali kau lewat di depan rumahnya jika siang hari. Apalagi ketika ia duduk di teras rumah.
Hamiin adalah anak kepala suku di desa ini, tentu saja ia disegani. Dan peraturan pun harus ditaati, termasuk peraturan: jangan lewat siang hari di depan rumahnya dengan pasang muka masam. Kalau melanggar, tanggung sendiri akibatnya. Kau tahu? apa yang menyebabkan Hamiim begitu kejam. Baiklah, akan saya ceritakan sedikit-banyak yang saya ketahui.
Kau percaya tentang cerita klenik? jika orang jaman dulu memang bisa terbang. Ya, sama. Saya juga tak percaya. Saya hanya menganggap itu hanya isapan jempol belaka, tanpa kita tahu kebenarannya. Hingga pada akhirnya saya percaya. Orang bisa terbang. Hinggap di sini, terbang lagi ke sana. Ini tentang dia, yang terbang --yang saya pikir mencari makan. Tapi tidak, ia terbang mencari jodoh lain. Dan meninggalkan sarangnya.
Itu, cerita yang saya dapat darinya yang mempunyai nama Hamiin artinya setia. Namun, ia dikhianati. Sekarang ia begitu kejam dan orang di kampung kami mengganti namanya menjadi 'Haamim,' yang artinya panas.
Haamim, memergoki kekasihnya, dulu, tepat di depan rumahnya bermesraan dengan orang lain. Lalu ia (kekasihnya) terbang meninggalkan sarang hatinya. Sejak saat itulah ia menjadi orang yang sangat panas, lebih panas dari benci. Tidak lama, tanpa diminta, ketika senja tiba suasana hatinya akan berubah sangat setia, lebih setia dari senja, datang lalu tenggelam.
Barangkali senja hanya bisa dikenang dengan puisi, mungkin matahari yang tenggelam itu sangat penuh, dengan coretan karena kebanyakan ia tuliskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H