Seeprti yang penulis utaran diatas, meski kebijakan ini terbilang terlambat, langkah strategis yang diambil pemerintah sebenanrya cukup strategis. Meski terbilang sebagai langkah kecil, karena hanya dikenakan sebesar 200 perak perkantong plastik, hal ini tentu cukup signifikan ketimbang tidak ada sama sekali langkah yang mencoba menanggulangi persoalan sampah di tanah air. Meski menuai kritik, kemudian bertebaran menjadi viral dan menjadi trending topic di ranah sosial media. Dalam banyak perdebatan, ada yang menyepakati, ada yang dengan frontal menolak. Bagi saya, penolakannyapun cukup beralasan. Mulai dari menyoal kecilnya harga yang diterapkan, kritikan mengenai masih banyaknya produk lain yang menggunakan material yang tidak ramah lingkungan yang mestinya mendapat perhatian, ada pula yang mempertanyakan arah regulasi tersebut.
Hemat penulis, regulasi mengenai sampah plastik berbayar kedepannya harus diatur ulang dan disempurnakan. Akan tetapi harus dimulai dengan kajian secara mendalam dan melihat beberapa kota besar dalam system pengelolaan sampahnya. Hal yang mesti dipertegas adalah persoalan, harga yang ditetapkan yaitu Rp. 200 perak dikemanakan ?, Jika memang di donasikan, didonasikan kemana ?, apa aturan yang menjadi payung hukumnya serta bagaimana model pengawasan dan pola evaluasinya ?.
Selain dari persoalan itu, produsen dan para peneliti dituntut untuk menciptakan kantong plastic dengan bahan material yang ramah lingkungan, seperti temuan beberapa mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada beberapa waktu lalu mengenai bahan plastik yang dibuat dari material alternatif yaitu biji durian. Pemerintah dalam hal ini, dituntut merespon dengan cepat dan bijak temuan-temuan inovativ serupa itu demi menjawab tantangan pengelolaan dan penggunaan produk yang menggunakan kemasan plastik agar kedepannaya ditemukan solusi yang berkepanjangan.
Selain menjadi urusan wajib pemerintah, sejatinya peran aktif masyarakat tentu bisa memberikan efek signifikan. Event-event semisal festival sampah, sosialisasi mengenai penggunaan eco product, menggalakkan sosialisasi ditingkat sekolah dasar, dimasyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah secara bijak, dan rumusan program bank sampah menjadi jalan demi mewujudkan Indonesia bebas sampah. Intinya memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya tata kelola sampah mulai dari tingakt rumah tangga, sekolah, kantor, lingkungan sekitar dan lain-lain.
Hal ini menjadi mungkin, jika semua pihak berkolaborasi bersama, bergerak bersama dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang hidup sehat dan tata kelola sampah yang baik. Strategi-stratgi populer yang mendukung minimalisir sampah (limbah), design untuk upcylcling yang merupakan proses pengelolaan sampah secara bijak dengan menggunakan material baru yang inovatif yang berkualitas tanpa member efek pencemaran tambahan pada lingkungan, penerapan ethical design dan green design dengan mengurangi bahan-bahan kimmia berbahaya bagi lingkungan sekitar. Pendekatan revolusioner ini harus dilakukan oleh para desainer demi mengasosiasikan dirinya dengan kelompok-kelompok masyarakat. Dalam peran ini, desainer sengaja memposisikan diirinya pada posisi kemerdekaan dan kekuasaan. Desainer tidak melihat lagi dirinya sebagai manusia kreatif, akan tetapi sebagai ahli kampanye dan ahli bicara (Lawson, 2007). Strategi-strategi ini menuntut desainer untuk berperan besar dan ikut terlibat dalam penjagaan ekosistem lingkungan.
Dan terakhir, berhentilah berhayal tentang adanya planet kedua seperti yang digambarkan sains fiksi ala film-film Hollywood seperti yang ada pada film Intersetelar, atau elysium yang keduanya diperankan actor tampan rupawan Matt Damon dan beberapa film yang berkisah tentang penemuan bumi baru. Ingatlah bahwa bumi inilah satu-satunya yang akan menjadi rumah kita bersama. Paradigma mengenai isu politik kewilayahan sudah waktunya mulai harus diganti, bahwa 1 sampah yang dibuang begitu saja ataupun tumpukan sampah yang dibakar dibelahan bumi lain, tidak akan berdampak pada bagian bumi lainnya betul-betul cara padang usang dan bodoh. Mulailah berhenti beranekdot, “mantan yang tidak kepake, buang aja kelaut”, seolah laut merupakan tempat membuang segala sesuatu yang tidak lagi digunakan. Misi tentang mewujudkan bumi yang hijau, ada pada tangan kita masing-masing. Bergeraklah, mulai dari hal-hal kecil.
Daftar Pustaka
· Hidayat, Mehdy Aginta. 2012. Mengguagat Modernisme, Mengenali rentang Pemikiran Postpomodernisme Jean Bpudrillard. Jogjakarta: Jalsutra.
· Lawson, Bryan. 2007. Bagaimana Cara Berfikir Desainer. Jogjakarta: Jalasutra.