Guru merupakan lentera keberagaman, menjadi suluh bagi siswanya untuk mengakrabi keberagaman identitas di sekolah, hingga menerangi jalan yang menuntun siswa pada penerimaan terhadap perbedaan yang berujung pada aktualisasi potensi. Guru juga menjadi suluh bagi keberagaman pengalaman psikologis. Pahit getirnya kehidupan, kemiskinan, trauma masa lalu, kekerasan, rapuhnya cita-cita, dan kompleksitas kehidupan yang lain adalah keberagaman yang nyata pula.
Kompetensi guru yang rendah seringkali membuatnya gagal menjadi suluh kehidupan. Kenyataan pahit dari rendahnya kompetensi tersebut tercermin dari berbagai kasus yang dilakukan oleh oknum guru.Â
Pelecehan seksual, kekerasan, pemerkosaan, dan diskriminasi menjadi renungan bagi kita semua, mengapa masih ada guru sebagai aktor utama dalam pendidikan, belum mencerminkan kompetensi sebagai seorang guru ?
Menjadi Guru yang Kompeten
Guru yang kompeten perlu memiliki pandangan filosofis bahwa siswa adalah individu yang memiliki potensi untuk berkembang secara dinamis berdasarkan kondisi yang melingkupinya. Dengan pandangan seperti ini, maka guru akan memberikan peluang dan kesempatan kepada siswanya untuk berkembang dengan cara membuka ruang dialogis serta menanggalkan egosentrismenya sebagai seorang guru.
Menjadi kawan bagi siswa tentu penting, namun yang tidak kalah penting adalah menjaga wibawa guru agar tetap dibatasi oleh garis professional. Dengan adanya sikap seperti ini, maka guru akan menjadi pribadi yang otentik dan genuine.Â
Mereka akan menampilkan keasliannya sebagai seorang guru yang pantas untuk menjadi teladan. Sehingga wibawa guru akan tetap terjaga, tanpa harus menimbulkan rasa takut .
Secara epistemology, ketika lahir, individu dipandang sebagai kertas kosong (tabula rasa). Pandangan ini menyiratkan bahwa lingkungan berperan penting dalam mendesain kehidupan siswa dan goresan desain itu ada dipendidikan.Â
Pendidikan berperan untuk mengisi kertas kosong dengan seperangkat keterampilan dan pengetahuan agar berguna bagi kehidupan siswa. Namun sebelum memberikan keterampilan dan pengetahuan kepada siswa, guru terlebih dahulu perlu memiliki keterampilan dan pengetahuan.
Keterampilan dan pengetahuan perlu dilandasi atas panggilan jiwa untuk bekerja secara professional. Guru yang bekerja atas dasar panggilan jiwa, akan bekerja dengan tulus dan ikhlas---disamping hak dan kewajibannya perlu dipenuhi. Nyatanya, kegaduhan peningkatan kompetensi guru melalui sertifikasi guru berhasil meningkatkan ekonomi guru, namun tidak untuk kinerja profesionalnya.