Baju thrift adalah pakaian bekas yang kondisinya masih bagus dan layak pakai. Pembelian baju thrift atau biasa disebut dengan thrifting ramai dilakukan karena dinilai dapat menghemat pengeluaran. Kita bisa mendapatkan baju brand ternama dengan kualitas terbaik hanya dengan harga yang cukup terjangkau. Pakaian ini biasanya didatangkan dari luar negeri atau diimpor secara massal dari Amerika, Jepang, China, Korea. Thrifting dilatarbelakangi oleh peristiwa abad ke-19, yaitu revolusi industri, produksi pakaian secara massal, yang mengubah cara pandang kita terhadap pakaian. Saat itu pakaian sangat murah sehingga orang menjadi sekali pakai dan memakai pakaian hanya sekali dan kemudian membuangnya, menghasilkan banyak sampah. Kemudian di Amerika pada tahun 1897 terdapat tempat penampungan baju bagi mereka yang ingin menyumbangkan pakaian untuk dipakai orang yang kurang beruntung. Perkembangan ini semakin pesat hingga baju thrift diperjualbelikan sampai saat ini.Â
Budaya menjual barang bekas termasuk baju di Indonesia sebenarnya sudah cukup lama dilakukan. Namun budaya thrifting ini mulai menjamur bersamaan dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat. Baju bekas yang diimpor dari luar negeri dijual murah di Indonesia, sehingga para penjual dapat memanfaatkan momen ini untuk mencari keuntungan. Tren yang membludak menyebabkan pembelian dari baju bekas ini tidak hanya dari ekonomi kelas bawah namun segala kalangan juga ikut membeli baju thrift. Selain karena ingin mengikuti tren, alasan kalangan menengah atas memilih membeli baju thrift karena keunikan dan gaya modelnya sendiri. Alasan lainnya, masyarakat bisa mendapatkan produk branded stylish berkualitas dengan harga terjangkau. Thrifting juga menawarkan berbagai macam barang bekas unik dan langka yang sulit ditemukan di toko biasa. Inilah daya tarik tersendiri bagi orang yang ingin tampil beda dengan barang yang tidak biasa. Dalam konteks yang lebih luas, thrifting juga dikaitkan dengan kepedulian terhadap lingkungan, karena membeli barang bekas dapat membantu mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan. Pada beberapa kasus, thrifting dapat membantu orang yang membutuhkan, misalnya melalui donasi. Namun di hiruk pikuknya kesenjangan ekonomi yang terjadi, menjual baju thrift dapat dijadikan sebagai solusi bagi para UMKM untuk membuka peluang usahanya.Â
Populernya thrifting di Indonesia menimbulkan beberapa masalah yang harus segera ditangani, seperti kurangnya pendidikan tentang kebersihan, dan masalah harga yang terlalu tinggi hanya untuk sebuah barang bekas. Maka dari itu, perlu adanya cara atau upaya yang harus dilakukan untuk memberitahu masyarakat tentang baju thrift atau thrifting yang sehat, aman, dan berkelanjutan secara finansial. Pada tahun 2021, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk melarang impor barang bekas, termasuk pakaian bekas atau yang biasa dikenal dengan "baju thrifting". Melalui Kementerian Perdagangan kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Larangan impor barang bekas dari luar negeri. Selain itu, Presiden melihat thrifting sebagai faktor pengganggu perkembangan industri tekstil dan produk dalam negeri. Ditetapkannya kebijakan ini dengan tujuan untuk melindungi industri lokal dan meningkatkan kualitas barang yang beredar di pasar dalam negeri. Dalam peraturan yang ditetapkan ini, hanya barang bekas yang dapat diimpor ke Indonesia sebagai bahan mentah atau sebagai bahan baku dalam proses produksi industri. Kebijakan ini mempengaruhi pedagang yang menjual pakaian bekas atau barang bekas, karena mereka tidak lagi dapat menjual pakaian bekas. Tujuan pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan ini yaitu untuk mendorong perkembangan industri tekstil dan fashion di Indonesia dengan memberikan kesempatan kepada pelaku industri lokal untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam pembuatan produk fashion yang berkualitas. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk lokal dan memperkuat industri fashion Indonesia. Pada saat yang sama, banyak pendukung kebijakan ini berpendapat bahwa larangan impor barang bekas dapat mendorong perkembangan industri fashion lokal dan menciptakan lapangan kerja baru. Namun, beberapa pihak yang menentang kebijakan ini berpendapat bahwa pelarangan impor barang bekas dapat membatasi akses masyarakat terhadap barang yang lebih murah serta menghilangkan sumber pendapatan para pedagang.
Larangan impor pakaian bekas atau biasa disebut "pakaian bekas" berdampak besar bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang bergantung pada industri pakaian bekas. Efek langsung dari pelarangan impor pakaian bekas adalah berkurangnya pasokan pakaian bekas di pasar Indonesia. Hal ini tentunya akan mempengaruhi ketersediaan barang bagi konsumen yang bergantung pada pakaian bekas sebagai pilihan untuk mendapatkan pakaian dengan harga yang lebih murah. Dengan berkurangnya pasokan pakaian bekas, harga pakaian baru di pasar Indonesia kemungkinan akan meningkat. Hal ini mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama yang memiliki keterbatasan finansial. Kebijakan pelarangan impor pakaian bekas ini sangat berdampak pada hilangnya pekerjaan bagi banyak pengecer dan pengusaha yang bergantung pada penjualan pakaian bekas. Apalagi bagi mereka yang sudah lama berkecimpung di bidang ini dan tidak memiliki pilihan usaha lain.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H