Pola transportasi di Jakarta telah mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Masyarakat cenderung beralih menggunakan transportasi umum sebagai alternatif utama. Ini disebabkan oleh meningkatnya mobilitas kaum peri-urban yang bekerja di pusat kota.Â
Dengan kemacetan yang menjadi masalah umum di Jakarta, lebih banyak orang memilih transportasi umum untuk menghindari kesulitan menggunakan transportasi pribadi yang memakan waktu dan tidak efisien. KRL dan Trans Jakarta menjadi pilihan utama bagi mereka yang melakukan perjalanan dari pinggiran kota ke pusat kota.Â
Untuk mencapai halte Trans Jakarta atau stasiun KRL, banyak masyarakat menggunakan layanan ojek online karena harga yang terjangkau dan ketersediaan yang lebih baik dibandingkan dengan mikrolet.
Munculnya program Mikrotrans dari inisiatif Jak Lingko telah mengubah paradigma perjalanan di ibu kota. Dengan tarif 0 rupiah, layanan ini dapat diakses dengan menggunakan kartu uang elektronik seperti kartu Jak Lingko, e-money, atau Flazz.Â
Masyarakat merespons positif program ini karena kemudahannya, sehingga mulai dari pelajar, pekerja, hingga lansia memanfaatkannya untuk berbagai keperluan seperti pergi ke pasar atau aktivitas sehari-hari lainnya.
Tidak hanya memberikan akses transportasi yang murah dan mudah, Mikrotrans juga menciptakan lingkungan sosial yang hangat di antara penumpangnya. Seringkali, penumpang berinteraksi satu sama lain, berbagi cerita kecil atau sekadar bertukar sapaan.Â
Uniknya, penumpang yang duduk di dekat mesin "tap" seringkali berperan sebagai petugas informal yang membantu penumpang lain untuk menggunakan mesin tersebut, mengingat ruang yang terbatas.Â
Selain itu, adanya Mikrotrans juga meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap sopir dan petugas yang bertugas. Seringkali terdengar ucapan terima kasih yang tulus dari penumpang kepada sopir saat turun di tujuan mereka.Â