DPR atau Dewan Perwakilan Rakyat atau bisa kita sebut “wakil” rakyat menglami suatu krisis. Bukan krisis ekonomi tentu ini bukan masa krisis ekonomi moneter. Namun krisis etika, ironis saat mengetahui seorang wakil rakyat yang seharusnya menjadi suri tauladan kini mencoreng nama negara karena etikanya. Apakah kita memang perlupendidikan budi pekerti untuk para anggota dewan? Kasus adu jotos yang terjadi di dalam Gedung DPR pada Selasa 8 April 2015sudah menjelaskan bahwa kurang etika yang dipunyai anggota dewan. Bukankah mereka berpendidikan tinggi? Mempunyai IQ yang tinggi bahkan ada dari sekian banyak dari mereka yag mendapat gelar yang tinggi. Ini membuat saya perihatin atas apa yang terjadi. Bukankah menjadi anggota dewan adalah hal yang tersulit? Mereka adalah orang-orang yang ber IQ tinggi, mempunyai kasta serta jabatan sendiri. Mereka seharusnya bisa menjadi panutan bagi kita rakyat biasa agar bisa berkaca bangga pada negara bahwa kita mempunyai wakil yang rakyat yang baik. Baik dalam tingkah laku, maupun hal kecil lainnya.
Keributan yang melibatkan anggota Fraksi Partai Demokrat Muljadi dan anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangungan ( PPP ) Mustofa saat rapat komisi VII DPR dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ) Sudirman Said dengan agenda kenaikan BBM serta rencana kenaikan tarif dasar listrik.
Diawali dengan perlemparanperlawaan dari Mustofa Assegaf (PPP) kepada Menteri ESDM Sudirman Said. Pada awalnya dimulai dengan aman semua terkendalai sampai saat pertengahan tanya-jawab yang diawali dengan kata “ingat jangan lebih 10 menit” dari seorang politisi partai sebelah (baca : Demokrat) awalnya Mustofa melanjutkannya dengan santai ia langsung pada intinya tidak bertele-tele. Namun saat kesabaran yang di uji oleh setiap kata yang di keluarkan dari politisi tersebut membuat risih. Alhasil amarahnya meluap Mustofa yang mulai mendekati meja politisi Muljadi mulai terjadi tarik menarik dan berakhir denganadu jotos.
Tindakan ini harusnya sangat di sesali oleh kedua belah pihak Dewan Kehormatan berencana akan melakukan pemanggilan terhadap keduanya. Berdasarkan tata tertib, tindakan anarkis dan perkelahian di ruang sidang yang memang tidak diatur secara resmi.
Adegan ini justru sangat memalukan negara. Indonesia adalah negara demokrasi. Memiliki rasa tolenransi dalam mengutarakan pendapat. Oh jangan lupa akan undang-undang yang menjelaskan tentang kebebasan berpendapat. Apakah kita belum cukup mempunyai wakil rakyat yang memakan uang rakyat ? Apakah kita belum cukup mempunyai wakil rakyat yang menghalalkan segala cara dengan uang? Apakah kita belum cukup mempunyai wakil rakyat yang haus akan tahta dan kekuasaan? Haruskah kita menambahkan dengan wakil rakyat yang anarkis? Ada apa dengan DPR?
Sebagai seorang rakyat yang berbudi luhur dan mempunyai etika kita patut mengelak saat ketidakadilan datang namun tidak dengan membalasnya dengan tindakan anarkis. Toleransi dan musyawarah yang dilakukan dengan khitman merupakan salah satu cara menjalankan demokrasi di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H