Mohon tunggu...
Andi Surya Amal
Andi Surya Amal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Education is indubitably the most important vehicle for personal and societal well-being and development.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dokter, Perusahaan Farmasi dan ‘Conspiracy of Silent’?

20 Januari 2014   12:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:39 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dokter, Perusahaan Farmasi dan ‘conspiracy of silent’ ?

(Bercermin pada Kasus GlaxoSmithKline)


(Oleh Andi Surya Amal, ditulis 18 Desember 2013) -- Belakangan ini muncul kembali sorotan terhadap promosi obat dari perusahaan farmasi yang diwakili oleh Medical Representative (atau Medical Sales Representative) terhadap tenaga kesehatan terutama kepada profesi dokter. Bahkan ada yang berani melempar opini dengan mencurigainya sebagai praktek kolusi atau conspiracy of silent. Lebih jauh dianggapnya berpotensi masuk ke ranah korupsi. Namun, saya berusaha melihatnya dari sisi yang lebih arif agar issue ini tidak berujung pada sinyalemen berkepanjangan tanpa solusi yang pasti. Alih-alih tenaga kesehatan terutama dokter yang selalu jadi sasaran tembak. Padahal dimensi kepentingan berada di berbagai pihak.


Tentu pembaca sepekat dengan penulis bahwa marketing dan kegiatan promosi adalah elemen penting bagi tumbuh kembangnya sebuah perusahaan manufaktur. Demikian halnya dengan industri farmasi. Di Indonesia tercatat kurang lebih 200 perusahaan farmasi yang memperebutkan pasar domestik. Kuantitas yang demikian besar melahirkan tingkat persaingan (kompetisi) yang sangat tajam dalam memperebutkan pasar. Hal ini tentu akan berdampak pada tingginya investasi perusahaan dalam bidang promosi. Dan, patut dicatat bahwa perusahaan farmasi menghitung biaya promosi ke dalam biaya produksi.


Prof. Agus Purwadianto pernah menyebutkan angka 20 % dari harga jual obat yang dialokasikan perusahaan farmasi untuk biaya promosi. Syofarman Tarmizi dalam Media Indonesia Online, 04 Juni 2007, Direktur Pemasaran Kimia Farma ketika itu, memperkirakan jumlah dana yang masuk ke dokter-dokter sekitar Rp10,5 triliun dari jumlah Rp 20,3 triliun total market obat di Indonesia [1]. Saya ingin meluruskan pada sepenggal kalimat di atas, ‘dana yang masuk ke dokter-dokter’, tidak serta merta berkonotasi negatif. Dana itu bisa diperuntukkan macam-macam, seperti simposium dan kegiatan yang bersifat institusi kedokteran.


Demikian juga dengan perusahaan farmasi internasional sekelas Glaxo sebagai bahan perbandingan. Glaxo pertama mulai melaporkan pembiayaannya terhadap dokter pada tahun 2009. Dan menurut ProPublica’s Dollars for Docs database bahwa selama sembilan bulan terakhir tahun itu Glaxo menghabiskan rata-rata US $ 15.400.000 per kuartal untuk promosi ke dokter. Tentu ini akan positif sebagai bentuk kontribusi industri farmasi untuk peningkatan profesionalisme dan penguatan institusi kedokteran secara global. Tetapi praktek manipulasi seringkali sulit dihindari.


Satu contoh kasus sebagai bahan pembelajaran dengan apa yang telah mendera perusahaan farmasi internasional, GlaxoSmithKline di bulan Juli tahun 2012. Perusahaan ini melalui eksekutif seniornya yang ditempatkan di China mencoba bermain api untuk meningkatkan penjualan produknya dengan menyuap para dokter di China untuk meresepkan obat dan menggunakan agen perjalanan untuk menutupinya. Semacam ‘conspiracy of silent’ dengan memanipulasi uang suap. Praktek manipulasi semacam ini yang kerap kali terjadi, dan mungkin modus seperti ini juga terjadi di Indonesia. Kata mungkin, karena sesuatu yang sulit dibuktikan. Benar-benar ‘silent’, seperti angin yang dapat dirasakan adanya tapi sulit ditangkap.


Di saat yang bersamaan GlaxoSmithKline juga setuju untuk mengaku bersalah atas dua tuduhan memperkenalkan obat misbranded, Paxil dan Wellbutrin, dalam perdagangan antarnegara dan satu tuduhan tidak melaporkan data keamanan tentang Avandia kepada FDA (Food and Drug Administration). Atas berbagai kasus tersebut GlaxoSmithKline (GSK), perusahaan farmasi internasional itu dituntut membayar denda sebesar USD 3 miliar atau sekitar Rp 28 triliun.


Tapi ada hal yang menarik pasca kasus yang dialami perusahaan ini. Pada press release-nya baru-baru ini (Senin, 16 Desember 2013) yang telah diberitakan beberapa media di bawah judul : GlaxoSmithKline to stop paying doctors to promote drugs.


CEO Glaxo Andrew Witty antara lain mengatakan, "Hari ini kita menguraikan satu rencana berkelanjutan dari langkah-langkah untuk memodernisasi hubungan kita dengan tenaga profesional di bidang kesehatan. Ini dirancang untuk membawa kejelasan yang lebih besar dan keyakinan bahwa setiap kali kita berbicara dengan dokter, perawat atau tenaga kesehatan lainnya, maka kepentingan pasienlah yang harus selalu dikedepankan. Kami menyadari bahwa kita memainkan peran penting dalam menyediakan dokter dengan informasi tentang obat-obatan kita, tetapi ini harus dilakukan secara jelas, transparan dan tanpa persepsi konflik kepentingan."


Selanjutnya, mulai tahun 2014 perusahaan GSK akan menerapkan sistem kompensasi yang baru. Sistem kompensasi ini akan berlaku untuk semua karyawan penjualan GSK yang bekerja secara langsung dengan profesional kesehatan. Perusahaan ini juga akan berhenti memberikan dukungan keuangan langsung kepada profesi kesehatan secara individu untuk menghadiri konferensi medis dan sebagai gantinya akan mendanai pendidikan bagi para profesional kesehatan melalui jalur hibah mandiri di bidang pendidikan. Perusahaan juga akan terus berinvestasi dalam program berbasis masyarakat untuk memperkuat infrastruktur kesehatan, khususnya di negara-negara kurang berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun