Â
sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang seiring semakin meluasnya penyebaran Covid-19 ini kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia telah terpengaruh cukup signifikan.Â
Tidak bisa di hindarkan lagi bahwa meluasnya penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia akan berdampak terhadap berbagai bidang dan kondisi kehidupan masyarakat, khususnya yang cukup terasa akan dampaknya adalah kondisiSejak awal kemunculan wabah Covid-19 di Indonesia, dampaknya sudah teras oka ketika masyarakat sudah mempersiapkan berbagai hal guna mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi disebabkan karena wabah Covid-19 ini, salah satunya adalah dengan melakukan pembelian barang-barang guna mempersiapkan stok kebutuhan makanan, minuman, dan barang-barang kebutuhan lainnya yang di prediksi akan sulit didapatkan pada saat pandemi terjadi.
Dampak wabah virus corona tidak hanya terasa diperkotaan saja, khususnya di kota besar, melainkan juga merambat hingga ke desa-desa. Di iringi dengan masifnya penyebaran berbagai informasi terkait Covid-19 yang di terima oleh berbagai lapisan masyarakat hingga ke desa tak pelak semakin membuat riuh keadaan karena masyarakat telah mengetahui akan bahaya dari virus ini.Â
Apalagi dengan informasi yang tersebar lewat sosial media yang sudah tidak bisa dikendalikan lagi apakah informasi tersebut benar atau hanya berita bohong atau hoax.
Kali ini salah satu desa yang juga terdampak Covid-19 adalah Desa Piantus. Desa Piantus berada di Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Desa ini terletak di Kabupaten Sambas yang mana berbatasan langsung dengan Malaysia, Sehingga menjadi daerah yang cukup beresiko akan penyebaran virus Covid-19.
Masyarakat Desa Piantus umumnya berprofesi sebagai petani dan tidak sedikit juga yang mempunyai pekerjaan sebagai pengrajin bambu dan rotan, serta sebagian masyarakatnya juga ada yang bekerja sebagai TKI di Malaysia. Adanya wabah Covid-19 telah memberikan dampak terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Piantus.Â
Himbauan untuk mengurangi aktivitas di luar rumah oleh pemerintah memang tidak terlalu mempengaruhi aktivitas para petani di desa yang bekerja dipersawahan dan perkebunan seperti biasanya. Namun pada saat pandemi ini para petani desa mengeluhkan harga-harga hasil pertanian dan perkebunan yang sangat rendah, khususnya para petani karet yang hanya dapat menjual hasil karetnya seharga Rp 7.500/Kg (untuk kondisi karet yang sudah kering) dan Rp 5000/Kg (untuk karet yang masih basah).
Padahal pada saat sebelum pandemi terjadi harga karet sempat mencapai harga Rp 10.000/Kg (untuk kondisi karet yang sudah kering). Hal tersebut tentu saja mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat desa piantus yang mayoritas bergantung pada sektor pertanian.
Menurunnya tingkat pendapatan tentunya berimbas pada tingkat daya beli masyarakat yang juga menurun seiring dengan meningkatnya harga beberapa barang yang di sebabkan kelangkaan dampak dari pandemi yang terjadi.Â
Diantara barang kebutuhan yang mengalami kenaikan adalah gula pasir yang sempat mencapai Rp 20.000/Kg dipasaran, yang sebelumnya hanya Rp 12.000 - Rp 14.000/Kg. Menurunnya tingkat daya beli masyarakat berimbas pada aktivitas jual beli, khususnya para pedagang yang pendapatannya juga menurun karena pembeli yang mulai sepi.