Mohon tunggu...
ANDI SETIAWAN
ANDI SETIAWAN Mohon Tunggu... Guru - yang saya tulis dan saya ucapkan itu buah pemikiran bukan paksaan

Kebebasan Berpendapat adalah kemerdekaan Pertama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemenuhan Hak Asasi Anak Melalui Pembinaan dalam Panti Sosial Paramita Mataram

17 Juni 2017   07:22 Diperbarui: 17 Juni 2017   08:45 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan Observasi di Panti sosial Paramita | dok.pribadi

                                                                                                                     Kegiatan Observasi di Panti sosial Paramita         

Masa kecil adalah masa yang paling indah dalam hidup seseorang, dimana pada masa itu waktu seakan tidak terasa berlalu, siang seakan cepat sekali berlalu karena waktu habis untuk bermain. Dalam lingkungan apapun seorang hidup pasti mereka akan menyesuaikan diri untuk bisa beradaptasi dengan keingina diri mereka yang masih ingin bermain, sekalipun dilarang oleh orang yang lebih dewasa itu tidak akan mengehentikan kenakalan sang anak. Mungkin kita semua setuju bahwa memang masa kecil adalah masa yang paling sulit untuk dilupakan dengan berbagai hal yang pernah kita lalui, baik itu kita tertawa bahkan menangis. Seperti halnya anak-anak yang hidup dengan keadaan ekonomi yang cukup mapan anak-anak yang hidup dikeluarga yang ekonominya hanya berkecukupan, mereka bermain dengan cara mereka sendiri. Yang terlinta dibenak kita pasti anak-anak dari keluarga yang ekominya mapan bermain dengan hal-hal yang mahal dan lain sebagainya, sedangkan anak-anak dari keluarga yang ekonominya berkecukupan pasti bermain dengan  hal-hal yang murah namun sebenarnya anak-anak tidak pernah berfikir akan hal itu, mereka hanya berpikir bagaimana menghabiskan waktu untuk bermain.

Selayaknya kehidupan yang berjalan sesuai dengan keadaan yang ideal, maka segala hal yang berkenaan dengan kehidupan seorang anak untuk terus bermain dan belajar utuk memenuhi kebutuhan perkembangan pemikiran, sikap dan tingkah lakunya. Namun akan sangat mengerikan jika seorang anak hidup dalam keadaan yang tidak ideal, tidak seperti yang diharapakan. Dimana seorang anak yang masih ingin bermain harus bekerja menggantikan peran dari orang tua yang telah pergi meninggalkan ibunya, atau mungkin anak terlantar yang dibuang oleh orang tuanyadan harus bertahan hidup dijalanan. Masa-masa indah seperti yang dibutuhkanpun harus mereka tepis demi untuk terus bertahan hidup. Selain dari tuntutan perekonomian seorang anak sudah mempunyai tantanga besar yang ihadapai, baik itu yang berasal dari dalam dan dari luar. Yang berasala dari dalam yang dimaksud disini adalah kelurga tempat ia menyandarkan hidupnya, sedangkan faktor dari luar yaitu lingkungan sekitar temapat anak bermain, seperti lingkungan teman bermain dan masyarakat sekitar.

Tantangan yan harus dihadapai oleh seorang anak yaitu ancaman penganiayaan dari orang tua (kekerasan anak), kemudian pelecehan-pelecehan yang akan diterima oleh seorang anak dalam pergaulannya dilingkungan masyarakat baik pelecehan secara fisik maupun psikisnya. Seperti data yang dikeluarkan oleh pihak kepolisan daerah dalam REPUBLIKA.CO.ID,MATARAM—kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) mencatat jumlah kekerasan terhadap anak mengalami peningkatan setiap tahunya. Kabid Humas Polda TB, AKBP Tri Budi Pangastuti mengatakan, anaka-anak yang menjadi korban pada 2015 tercatat sebanyak 144 laporan, sementara pada 2016 sebanyak 225 laporan.

“Pada 2016, kalau dilihat dari angka meningkat dari laporan yang masuk,”kata dia saat ditemui wartawan di Mapolda NTB, Jalan Langko, MAtaram, NTB, Selasa (21/3). Sebanyak 120 laporan 2016 telah diproses hukum. Sedangkan, pelaku yang melibatkan anak-anak tercatat sebanyak 120 laporan dengna 68 laporan diantaranya diproses secara hukum. Untuk 2017, periode Januari sampai Maret, total laporan anak-anak yang mengalami kekerasan tercatat sebnayak 11 laporan, dimana Sembilan laporan masih dalam proses penyidikan. Untuk pelaku yang melibatkan anak-anak tercatat sebanyak tiga laporan.

Kemudian Tri menjelaskan, laporan yang masuk ke Polda NTB, tidak hanya dari keluarga korban, melainkan juga lembaga dan instansi yang meruh perhatian lebih pada persoalan perlindungan anak, termasuk juga memberikan pendampinga dna proses rehabilitasi. “penangan masalah anak ini tidak  berdiri sendiri, kita bersama dan instansi lain yang berkompeten terhadap anak bekerja sma dalam persoalan ini,” ucap dia.

Itulah serangkaian data yang dimuat dalam berita online/media elektonik, sementara hal yang serupapun sesuai dengan apa yang saya dapatkan setelah melakukan studi lapangan di Panti Sosial PSMP Parmita Mataram, pada tanggal 10 juni 2017 kemarin. Pada studi lapangan tersbut, kami mendapatkan pengarahan dan pengenalan termaksud didalmnya pemaparan data-data dari kasus-kasus yang telah ditangani di panti sosial tersebut. Secara gari besar pant tersebut menangani anak yang bermasalah hukum (ABH), dalam pemaparanya kami dibuat tercengang dengan kasus-kasus yangmenimpa anak dibawah umur tersebut, baik kasus yang sederhana sampai dengan kasus yang paling serius. 

Yang sederhananya yaitu anak yang mengambil mangga tetangga ada disana, kemudian yang paling serius adalah korban pencabulan, pelecahan, dan sodomi ada disana. Anak-anak yang berada didalam Panti Sosial tersebut rata-rata dari sekitaran pulau Lombok dan ada juga dari luar pulau Lombok yaitu Pulau Sumbawa.

Dalam panti tersebut anak-anak yang bermaslah dengan hukum tersebut dan anak-anak yang menjadi korban dibina dan dlakukan rehabilitasi untuk memperbaiki karakter anak yang telah terganggu dengan kesalahan yang pernah mereka lakukan dan mereka alami. Sesuai dnegna funsinya panti sosial Paramita tidak jauh berbeda dengan panti sosial lainya yaitu untuk melakukan pendampingan terhadap keluarga dan masyarakat dalam pengasuhan anak. Pengasuhan anak yang dimaksud disini adalah memebrikan perlindungan terhadap anak-anak yang bermasalah dengan hukum dan menjadi pelaku maupun korban dari pekanggaran hukum itu sendiri. 

Kesemua anak-anak yang berada dalam panti tersbut mendapatkan segala hal yang dibutuhkan untuk memenuhi hak-hak mereka layaknya anak-anak yang hidup ditempat-tempat lain. Anak-anak tersebut mendapatkan bimbingan baik itu dari segi psikologi dan rohani dengan pendekatan religius.

Namun ada satu hal yang menarik, dimana anak-anak yang berada di ujung Provinsi NTB yaitu wilayah Kabupaten Bimaa, anak-anak yang mendapatkan kasus yang sama harus mendekam dalam Lapas yang diperuntukan untuk pelaku pelanggaran hukum di usia dewasa. Sehingga ini menjadi permaslaahan sendiri yang sampai saat ini terus dilakukan pendekatan oleh pihak-pihak Panti Sosial Paratmita untuk mencoba melakukan penyetaraan dalam artian anak-anak yang berada di Kabupaten Bisa mendapatkan hak-hak yang sama seperti anak-anak yang ada di sekitar kota Mataram. Seperti halnya kasus yang baru-baru terjadi diwilayah Kabupten Bima, Kecamatan Wawa, dimana seorang ayah mencabuli anknya sendiri, dilansi oleh berita harian setempata menyebeutkan, KIta Bima Kahaba. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun