Kekerasan seksual terhadap anak merupakan perbuatan yang tidak dapat di tolerir dalam bentuk apapun, Dalam hal ini anak dijamin perlindungannya di dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang perlindungan anak. Kekerasan seksual terhadap anak adalah sebuah tindakan keji yang dapat memiliki dampak yang menghancurkan pada korbannya.
Oleh karena itu, dampak ini dapat bertahan seumur hidup dan termasuk masalah kesehatan mental, fisik, dan emosional. Mendiamkan kekerasan seksual terhadap anak hanya akan memperburuk keadaan. Hal ini memungkinkan pelaku untuk terus melakukan kejahatan mereka tanpa rasa takut. Dan ini juga membuat korban merasa terisolasi dan malu, dan semakin sulit bagi mereka untuk mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.
Di Indonesia, KSA masih menjadi masalah yang tersembunyi dan sering kali tidak dilaporkan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti stigma, rasa malu, dan ketakutan akan balas dendam. Akibatnya, banyak korban KSA yang tidak mendapatkan keadilan dan dukungan yang mereka butuhkan.
Kita semua memiliki tanggung jawab untuk melindungi anak-anak dari KSA. Kita harus berani berbicara menentang KSA dan mendukung korbannya. Kita juga harus bekerja sama untuk mencegah KSA terjadi dengan meningkatkan edukasi tentang KSA, membangun lingkungan yang aman bagi anak-anak, dan mendukung upaya penegakan hukum.
Alasan  mengapa kita harus berhenti mendiamkan KSA karena KSA adalah pelanggaran hak asasi manusia. Setiap anak berhak untuk hidup bebas dari kekerasan dan pelecehan. KSA adalah pelanggaran hak asasi anak yang fundamental dan harus dihentikan.
Upaya Penal
Upaya penal dalam penanggulangan KSA berfokus pada penegakan hukum dan pemberian sanksi kepada pelaku. Upaya ini meliputi:
- Penegakan hukum yang tegas. Penegak hukum harus proaktif dalam menyelidiki dan menindaklanjuti kasus KSA. Mereka juga harus memastikan bahwa pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
- Peningkatan regulasi. Pemerintah perlu memperkuat regulasi yang terkait dengan KSA, termasuk undang-undang, peraturan, dan kebijakan. Regulasi ini harus memastikan bahwa korban KSA mendapatkan perlindungan dan hak-haknya terpenuhi.
- Pemberian rehabilitasi kepada pelaku. Pelaku KSA perlu mendapatkan rehabilitasi agar mereka tidak mengulangi perbuatannya. Rehabilitasi ini dapat berupa terapi psikologis, edukasi tentang KSA, dan pelatihan keterampilan hidup.
Upaya Non Penal
Upaya non penal dalam penanggulangan KSA berfokus pada pencegahan dan pemulihan korban. Upaya ini meliputi:
- Peningkatan edukasi tentang KSA. Masyarakat perlu diedukasi tentang KSA, termasuk tentang bagaimana cara mengenalinya, mencegahnya, dan membantu korbannya. Edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti sekolah, komunitas, dan media massa.
- Pemberian dukungan kepada korban KSA. Korban KSA membutuhkan dukungan untuk pulih dari trauma yang mereka alami. Dukungan ini dapat berupa layanan psikososial, medis, dan hukum.
- Pengembangan program pencegahan KSA. Program pencegahan KSA harus dirancang untuk menjangkau anak-anak, orang tua, dan masyarakat umum. Program ini dapat berupa pelatihan, kampanye kesadaran, dan pengembangan bahan edukasi.
- Pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu diberdayakan untuk mencegah dan menangani KSA di lingkungan mereka. Pemberdayaan ini dapat dilakukan melalui pelatihan, pembentukan kelompok-kelompok pendukung, dan peningkatan akses ke layanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H