Mohon tunggu...
Andi Sardono
Andi Sardono Mohon Tunggu... PNS -

Saya lahir di Solo, TK di Jakarta (kawasan Bangka), SD di Banjarmasin (kawasan Kayu Tangi), SLTP di Bekasi (kawasan Babelan), SLTA di Surakarta (kawasan Pabelan), S1 di Makassar (kawasan Tamalanrea), dan kerja di Jakarta (kawasan Cawang). Lengkap sudah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Empati Kalangan Pers Terhadap Keluarga Korban Musibah atau Kriminalitas

2 September 2015   13:31 Diperbarui: 2 September 2015   13:36 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tadi pagi, saya bersama beberapa rekan sekantor mendapat penjelasan singkat mengenai Coaching Clinic alias klinik pelatihan psikologi yang dibawakan oleh Dr. Muhammad Iqbal. Sangat menarik materinya. Di situ saya menerima materi singkat bagaimana memberi pertolongan psikologi singkat pertama kepada teman atau orang lain yang menderita beban psikologis, entah itu korban KDRT, korban bencana alam, korban musibah atau keluarganya, dan orang-orang dengan tingkat resiko psikologis yang rentan.

Beliau memberi contoh bagaimana memperlakukan keluarga korban musibah bencana alam atau korban musibah lainnya, semisal keluarga korban jatuhnya pesawat Trigana Air atau keluarga korban jatuhnya pesawat Sukhoi 100. Seharusnya, media televisi atau media massa pada umumnya diberikan akses terbatas untuk meliput kejadian-kejadian tersebut, hal ini mengingat keluarga korban musibah biasanya melewati fase-fase atau tahapan tersulit untuk bisa menerima kejadian yang berat tersebut.

Berangkat dari penjelasan beliau, saya berpikir bahwa sudah saatnya Komisi Penyiaran Indonesia memberikan pelatihan atau pembelajaran kepada jajaran media televisi dan media cetak lainnya di Indonesia untuk belajar berempati kepada keluarga korban musibah tersebut, mengingat kejadian penayangan musibah atau bencana alam di Indonesia sudah seringkali terjadi, tapi kok masih sering vulgar penayangannya.

Bahkan, sangat mendesak menurut saya bahwa kalangan pers di Indonesia perlu dibekali pengetahuan psikologi seperti ini juga, jadi bisa berempati kepada kalangan keluarga korban dalam memberitakan informasi kecelakaan atau kejadian kriminalitas.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun