Menyaksikan berita tentang keterlambatan jadwal penerbangan Garuda Indonesia beberapa hari terakhir ini mengingatkan saya akan sebuah sistem navigasi terpadu yang harusnya sudah dimiliki oleh Garuda Indonesia jauh-jauh hari sebelum kasus delayed yang meresahkan itu muncul ke permukaan.
Sistem navigasi terpadu itu di antaranya mengatur jadwal penerbangan yang sudah tersusun jauh hari sebelumnya dari satu bandara ke bandara lain, mengatur arah terbang pesawat untuk menghindari kemungkinan cuaca terburuk di atas langit sana, mengatur pergerakan pesawat di landas pacu dan apron bandara sehingga tidak membuat antrian panjang pesawat semakin bertumpuk, mengatur sistem lapor diri (check-in) baik di bandara maupun di kounter-kounter khusus yang melayani penjualan tiket penerbangan Garuda Indonesia, dan pengaturan lainnya yang mungkin terakomodasi dalam satu sistem ini.
Diakui, penerapan sistem seperti di atas memang rumit dan tentu sangat membutuhkan tingkat kesiapan yang matang pula. Masalahnya, ketika hal di atas coba diterapkan oleh maskapai penerbangan plat merah ini, tahapan persiapan di level bawah malah dilewatkan begitu saja. Alhasil, sistem komputerisasi yang amburadul dan ketidaksiapan personel Garuda Indonesia dalam mengantisipasi perubahan sistem ini malah mebgakibatkan tertundanya jadwal penerbangan maskapai ini.
Belajar dari pengalaman di atas, hendaknya Kementerian Perhubungan dapat mengambil alih tugas sosialisasi dan persiapan sebelum diterapkannya sistem baru ini jauh-jauh hari. Dan, Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan milik Pemerintah juga tidak perlu ragu dan sungkan meminta bantuan kementerian ini untuk meninjau tingkat kesiapan Garuda Indonesia untuk menerapkan sistem baru ini.
Juga, setiap maskapai penerbangan swasta perlu belajar dari pengalaman ini agar mereka juga tidak terus-terusan memelihara budaya menunda jadwal penerbangan tanpa alasan yang jelas dan tidak ada komunikasi aktif dengan para calon penumpangnya.
Dalam perhubungan darat juga begitu. PT. KAI (Kereta Api Indonesia) juga perlu belajar untuk menekan seminimal mungkin (kalau tidak bisa meniadakan) keterlambatan jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api di semua rute yang dilalui kereta api itu. Pembangunan rel ganda berganda (double-double track) sudah sangat mendesak untuk dipercepat target penyelesaiannya. Biar bagaimanapun, moda transportasi kereta api tetap banyak diminati oleh sebagian besar masyarakat kita.
Semoga kejadian Garuda Indonesia tidak terulang lagi.... :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H