Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merayakan Amanat Puisi "Mimpi"

16 September 2024   21:42 Diperbarui: 17 September 2024   09:23 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merayakan Amanat Puisi "Mimpi"

Berangkat dari sebuah bait puisi menjadi seseorang termotivasi dan ia meraih mimpi. Dari potongan puisi bertajuk "Mimpi" yang ditulis seorang penyair yang juga dosen linguistik "Prof Putu I Dewa Wijana," kemudian mampu menghipnotis salah satu pembacanya. Sebut ia bernama Nurul Amaliah Wulandari, tertera tulisan tangan ia jawab tantangan puisi tersebut pada sebuah halaman yang tidak terlalu jauh dari bagian awal buku.

***

Puisi sejatinya hadir dalam diri seseorang yang sepi. Di saat itu, puisi dengan mudah menusuk hati, pikiran hingga pada perintah puisi. Kemudian kita sebut amanat. Puisi yang tajam akan makna tidak mudah dicerna. Sebab puisi selalu bersembunyi di balik kata-katanya sendiri. Bahkan bisa bias dan multitafsir. Puisi lalu menjelma menjadi laku, jika seorang membaca menerima pesan yang dikirim penulis. Penulis seakan berdialog kepada pembaca, kadang disebut kelisanan tersier. Berbicara seolah-olah di hadapan lawan bicara namun tidak secara langsung dan dituliskan dengan medium tertentu. 

Demikian pembaca, setelah membaca di awal, ia kemudian membayangkan penulis puisi yang gagah menyapanya disertai dengan senyum "puisi ini kukirim untukmu, sudah lama ia tersimpan dalam ingatan, tetapi selalu luntur seiring dengan musim yang berganti, terkadang kemarau basah di sekali empat tahun di desaku, maaf kataku". Si pembaca membalas dengan cekikikan, atau bahkan membayangkan seorang gadis di desa tersimpan rapi di dapur, di halaman rumah, di pinggir kali dan pematang sawah tadah hujan. Ia menulis surat dalam wujud bahasa puisi "untukmu aku bermimpi, aku ingin keluar dari sangkar yang tak berjeruji ini, raihlah aku, dari, mimpi".

***

 Hari ini saya menyaksikan sebuah tulisan pendek bertuliskan terima kasih puisi. Hadirmu aku melanjutkan mimpi. Hari ini pula aku kembali membalas puisi mimpi ini, tepat di bawah judul tulisan M I M P I.

Sesuatu hal yang luar biasa baru saja terjadi. Dialog antara penulis puisi dengan pembaca puisi. Saya menyaksikan ia berterimah kasih atas puisi mimpi yang ditulis oleh pengarang. Baginya sebuah secercah harapan menggugah selera hidupnya. Aku harus bisa, semangatnya begitu luar biasa.

Pendek kata, sering-seringlah membaca puisi. Puisi sedih di kala anda bersedih, sebab di dalamnya kalian akan berbagi luka. Terlebih jika puisi dengan diksi yang penuh teka-teki, namun di baliknya mengajarkan anda ber-mimpi. Bacalah berkali-kali, begitu perintah penulis kepada pembaca. Lalu pulanglah merayakan puisi itu dengan suka cita, sebab semua akan puisi pada waktunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun