Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tokoh dan Penokohan

7 Juli 2024   05:23 Diperbarui: 7 Juli 2024   08:21 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Karya sastra tidak pernah lepas dari unsur estetika dan nilai-nilai yang melekat pada kekaryaan tersebut. Penulis dalam hal ini pengarang ataupun narator berupaya memainkan bahasa sebagai medium penyampaian nilai-nilai dan amanat kepada pembaca. Demikian kehadiran tokoh amatlah penting baik sebagai pembuka cerita, pengantar menuju konflik yang akan dibangun serta menjadikan cerita tersebut hidup. Cerita harus hidup dengan tokoh dan ketokohan agar membangun emosional pengarang dan pembaca.

Nilai estetika karya sastra seperti cerpen terdapat pada lirik. Demikian kehadiran tokoh dan dialog di dalamnya akan membangun cerita yang epik dengan penuh drama. Pakar sastra kenamaan Rene Wellek & Austin Weren menekankan bahwa hakikat sastra berpusat pada epik, lirik, dan drama. Karena ketiganya merujuk pada dunia angan; fiction dan imagination.  

Dalam kesusastraan, diketahui pula bahwa beberapa hakikat sastra adalah sifat fictionaly, invention (penemuan atau penciptaan), dan imagination (mengandung kekuatan menyatukan angan dan mencipta) (Pradopo, 1997: 35).  Ada dokumen sosial yang digambarkan penulis untuk merefleksikan situasi atau fenomena saat karya tersebut diciptakan. Dengan kata lain apa yang diciptakan penulis merupakan manifestasi dari kondisi sosial budaya yang ada dan peristiwa sejarah. Sastra lahir sebagai medium untuk melukiskan kenyataan. Realitas sosial digambarkan dalam wujud fiksi, karena itulah yang membedakan sastra dengan karya ilmiah lainnya.

***

Sebuah cerita pendek atau cerita rekaan tidak lain adalah cerita yang dikonstruksikan, ditemukan atau dibuat-buat namun tidak terlepas adanya fakta yang ada yang ditemukan penulisnya. Kehadiran tokoh, dialog serta latar peristiwa menjadikan karya sastra tersebut memiliki bukti atau fakta sastra yang sama haknya dengan karya tulis lainnya. Dari penjelasan salah satu pengajar sastra dalam bukunya Agus Nuryatin (2016) bahwa cerpen ini memberikan kesan tunggal yang dominan, sehingga cerita pendek memusatkan diri pada satu tokoh dalam suatu situasi. Tikaian dramatik akan dipusatkan pula pada tokoh yang dimaksud agar amanat yang hendak disampaikan tidak mubasir.

Tokoh cerita atau karakter adalah pelaku yang dikisahkan baik manusia ataupun benda lainnya dalam bentuk personifikasi, baik pelaku atau penderita dalam berbagai peristiwa. Di sinilah tokoh cerpen hadir untuk melekatkan amanat dari cerita. Olehnya itu seorang tokoh dalam cerita harus benar-benar memiliki kualitas mental, emosional, dan sosial agar menjadi pembeda antara seseorang dengan orang lain dalam cerita yang dimaksud.

Penokohan sendiri merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Kemudian kepribadian tokoh dan pemaknaan dilakukan dalam bentuk kata-kata secara verbal (tergambar dalam dialog) dan tingkah laku lain yang secara nonverbal. Untuk melengkapi dialog, sehingga perlu ada tokoh lain yang selanjutnya disebut sebagai tokoh bawahan dan tokoh sampingan. Ini dilakukan untuk mengimbangi karakter yang dimilki tokoh utama serta menjadi pembeda dengan tokoh utama tadi.  

Tokoh dan penokohan harus menjadi unsur penting. Sering diungkapkan bahwa tokoh tidak terlepas dari elemen intrinsik. Namun ketokohan seorang tokoh kemudian menjadi kuat atas adanya elemen pembangun lainnya termasuk elemen eksternal. Elemen ini tidak bisa lepas dari pengaruh penulis, budaya suatu masyarakat di mana penulis hadir, penulis mengungkapkan cerita, serta kondisi lain yang mengikat pikiran penulis, sebutkan sebuah peristiwa sejarah.

Dalam sebuah karya cerpen tentu memiliki beragam latar, keunikan dan ketokohan. Hal ini didasari atas keberagaman penulis yang tidak hanya hidup dalam satu warna budaya, melainkan hidup dengan heterogenitas budaya beserta kompleksitasnya. Semua penulis cerita adalah pengarang yang hebat. Buktinya mereka berhasil menuntaskan cerita. Tidak ada yang salah dalam dalam menggambarkan tokoh beserta ketokohan yang ditulis pengarang. Hanya saja perlu latihan menulis terus menerus dan terus belajar. Perlu pula sesekali menempatkan diri kita sebagai pembaca agar mampu melihat bagaimana penulis lainnya menghidukan cerita dan tokoh di dalamnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun