Jadi Kompasianer Melatih Insting Menulis
Hidup yang tidak direfleksikan maka tidak layak diteruskan, begitu kata Socrates yang sering diulang-ulang oleh motivator penulis dalam setiap lembaran bukunya.
Penggalan motivasi tersebut pula selalu mengajak kita untuk belajar merefleksikan sesuatu. Dari hasil refleksi tersebut kemudian diolah menjadi bahan tulisan, bahan diskusi dan evaluasi. Demikian siklus refleksi.
Hari ini tepat setahun saya merasa aktif menulis di laman blog Kompasiana. Meski di akhir 2019 saya mendaftar, namun di tahun inilah saya mulai menekuni dunia blogging. Hari ini pula menjadi kilas balik bagi seluruh Kompasianer.Â
Banyak di antara kita meraih prestasi yang luar biasa. Setelah itu kemudian bereuforia kemudian bersyukur atas raihan prestasi tersebut baik yang telah diumumkan beberapa pekan lalu maupun yang diumumkan pada hari ini. Banyak pula yang tidak terlalu mengejar itu, atau bahkan ada yang tiba-tiba saja meraihnya. Terlepas dari itu semua bahwa hal yang terpenting dalam dunia literasi, dunia tulis menulis di laman ini adalah bagaimana berbagi manfaat.Â
Saya sendiri menyadari hal tersebut bahwa dengan circle yang terbangun dan terjalin di blog ini mengantar saya membuka pintu-pintu menuju penulis yang sesungguhnya sebagaimana yang pernah saya impikan sebelumnya.Â
Dari perjalanan menulis setiap hari, di sini saya menemukan kedekatan sesama Kompasianer. Seakan kita bersua secara langsung namun ini hanya dunia on-line. Terapi tak sedikit di antara kita justru membuat lebih nyata, true meeting.
Keseharian mengunggah cerita, mengikuti even serta mencari ide, seakan menuntut saya untuk melatih insting menulis. Inilah poin utama yang saya jalani sehingga pada detik ini saya masih berproses di Kompasiana.
 Terima kasih Kompasiana
Terima kasih KompasianerÂ