Itu pula yang menjerumuskanmu untuk memilih kuliah sastra di IM, lalu masuk padus dengan mulus. Tak sama ospek fakultas atau UKM lain harus mencium sendal jepit senior perempuan di pinggir pantai Tanjung Bayang, kota M. Atau membakarkan rokok senior lelaki di atas perahu karet dengan tangan basah karena punggung diduduki, luar biasa senioritas di SEMA dan di UKM. Berbeda di Padus IM, kita hanya diminta teriak dari A minor ke C lalu ke C lagi. Bisa pula karena riwayat rindu pada musik jadul. Sebab di padus IM rata-rata memainkan musik dan lagu jadul, seperti suara biola pak Win. Ah kau selalu mengingatkanku pada ayahku di kampung, padahal pak Win sudah tiba di gedung seni M sedari tadi.
Niki terus memutar video yang aku unggah di reel IG. Ia terus memandangi songkok dan wajah pak Wim. Ayahku aku rindu kamu. Biola pak Wim tak peduli siapa saja yang teriak. Musik tak pernah ingin peduli dengan teriakan. Ia hanya ikuti irama jiwa tuannya. Itulah musik punya roh. Lalu kenapa pula kau tidak masuk saja kuliah musik tradisional, batinku terus bertanya. Tetapi jika ia kuliah di jurusan lain, maka hilang lagi mahasiswi penyanyi di jurusan sastra. Atau begini saja, skripsimu nanti tentang lirik lagu, bisa juga semiotika Roland Barthes dalam memaknai simbol biola dengan lagu Bugis. Aku selalu merayu bagi mereka yang terkesan ingin pergi dari kampusku.
Ayahku! Ayahku! Aku rindu padamu. Petugas hotel itu membangunkan Niki dari lamunannya saat ia tinggal sendiri di gedung yang penuh ruang kosong. Â Ia pun bergegas meraih biola bekas hadiah dari pak Win itu yang tak bersuara saat mentas di acara wisuda. Ia pula mencari handphone pinky itu. Mungkin ayahku masih di sawah. Ibu juga masih di sawah bersama ayah di jam segini. Pasti mereka menelpon sendiri lalu bertanya kapan kamu wisuda Nik?
Niki kembali mencari aroma rawon, saat terakhir ia melihat pak Win bercakap denganku. Rupanya ia tak sempat menyeduh tadi, ia hanya fokus pada dialog, suara biola, dan diksi yang tercipta. Ia rupanya lupa atas suara kursi yang terjatuh tanpa irama. Tak seperti irama kalengan ayah di kampung semasa panen tiba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H