akhir pekan ini, aku menyempatkan diri melihat kediamanmu.Â
aku melihat diriku ditimbang, diayun, digendong. di sudut kamar atau di bawah kolom rumah panggung, sarung dari ayunan, digantung di palang tiang rumah.Â
aku melihat dapurmu penuh debu, kamar-kamar dan ruang tamu seperti museum tak terawat.Â
foto dan namamu terpajang di dinding-dinding. tak ada yang berubah dari foto itu dan namamu. senyum tipismu, masih terlihat sama, di kala engkau menyapaku tiap pagi atau menjelang tidur. dongeng-dongeng yang sering engkau baca, kini berantakan, huruf-hurufnya tidak bertemu antara kata induk dengan imbuhan. mereka kehilangan tuanÂ
di samping rumah itu, masih ada pohon kelapa tua, tempat liburan kekasihmu sepulang dari sawah.
di belakang rumahmu, nisan yang bertuliskan namamu masih sama dengan yang di dinding rumah, tak berubah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H