Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hujan Pagi Ini dan tentang Masa Lalu Kita

10 Desember 2023   19:34 Diperbarui: 10 Desember 2023   20:28 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan Hari Ini dan Tentang Masa Lalu Kita

hujan pagi selalu menjadi alasan untuk bergegas ke sawah, kata ayah kepada ibu, sebelum kopinya habis diseruput.

tak membuatku pula memilih ke sekolah atau ke sawah, keduanya adalah tentang pendidikan dan hidup.

biasanya sekolah tak begitu ramai di musim penghujan, apalagi hujan pagi di belanga, membuat guru kesulitan menaiki perahu bambu atau dari pohon pisang, bisa saja mereka memutar melewati kampung baru dengan jembatan baru yang dibangun oleh ABRI masuk desa, tapi itu terlalu jauh, kesiangan baru sampai, berbeda dengan anak-anak, bisa menggantung sepatu di bahu, buku di saku depan dan pensil di telinga kanan.

ayah ibu tak pernah memarahiku di hujan pagi, mereka hanya tersenyum sembari menyiapkan bekal, apakah dibawa ke sekolah atau ke sawah. 

hujan pagi tentu membuat sawah begitu ramai dan sekolah-sekolah sepi.

di pasar pagi akan dipadati nelayan yang baru saja tiba sejak semalam pergi. tak banyak nelayan di kampung kami, kecuali di kampung sebelah, mereka menjajakan ikan tangkapannya tepat di sudut pasar lantaran perahu nelayan bisa bersandar, air begitu besar lantaran hujan pagi. ibuku dan ibu-ibu lainnya tak berani menawar harga ikan, ia tahu harga BBM yang mahal, dan melaut butuh nyali, itulah sebabnya kami harus sekolah tinggi-tinggi agar kelak berjuang untuk petani padi dan nelayan. sebab keduanya begitu sulit, harga padi tak pernah di atas lima ribu, kata ayah di sudut pematang sawah.

aku senang hujan pagi ini datang, tak membuatku terbebani untuk membela nelayan atau menyelamatkan diri dari pencarian bujang sekolah yang menyendiri setiap musim itu datang kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun