Selalu ada percakapan lelaki itu dengan pohon, ia mencintai pohon-pohon yang ada di taman kota.Â
Ia sedih melihat daun-daun yang masih muda dan harus jatuh, ia juga prihatin pada akar-akar pohon yang mencakar ke tanah lalu menghisap sari tanah, demikian saat hujan tiba di kota itu, para pohon-pohon harus bekerja keras mengisap genangan air di sekitar untuk disimpannya beberapa hari kemudian.Â
Lelaki itu menangis melihat pohon dijadikan tempat melukis nama-nana, menggantung sisa sampah atau kabel. dan juga tempat berlindung beberapa benda berbahaya yang menyakiti dirinya seperti paku, wajah caleg, serta pelarangan kencing berdiri.
"Aku adalah pohon dan kau adalah seorang, begitu lemah dan sama saja orang-orang kota lainnya, kata pohon kepada lelaki itu"Â
Baiklah, aku akan benci akhir pekan dan liburan, juga bersantai di taman, sebab dirinyalah membuat aturan keramaian di kota ini, lalu tubuh yang letih disandarkan di badan pohon, jika aku jadi seseorang akupun akan berjanji.
"Aku adalah diam, gerakku adalah luka, matiku adalah bencana, kau adalah janji yang tak pernah jadi laku yang baik, sudahlah"
Baiklah aku akan buat larangan piknik di taman, dan larangan jatuh cinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H