Semilir angin mammiri, menuntun anak cucu daeng Ramang mengirup aroma laut, sudah lama pantai itu tertimbun, kini jadi kota baru, ibu kota orang-orang timur, selatan, dan utara.
Tak hanya dari mereka yang datang, banyak warna warni kulit mereka, dengan bau berbeda.Â
Mereka datang berpose, mengeluarkan keringat atau sekedar mengeluarkan hasil keringat, setelah seminggu berkoloni, di sini mereka berpisah sekedar hanya untuk memilih warna dan bau.
Semilir angin mammiri, datang dari berbagai arah, hanya saja tak bisa mencipta ombak yang besar, agar ikan menari-nari di laut dan di bawah sampah orang-orang kota.
Ujung pantai pandang, yang dulu hingga di Selaya dan bentangan, tempat di mana para kompeni bermain jet ski sembari mengurung petani kita di lautan.
Kini wajah itu sudah terpoles, membuat mata terpesona, memandang yang indah entah dari arah mana. Wajah itu pula menenggelamkan sekelumit cerita nelayan sampan dari arah sungai Jeneberang dan dari pula Lae Lae.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H