Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Beranda Rumah

28 September 2023   21:05 Diperbarui: 28 September 2023   21:25 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"masa lalu adalah ingatan tajam, ke belakang dan ke depan selalu akan mengiris perjalanan" (as.rijal_)

Duduk sore di beranda rumah panggung itu, adalah sebuah sore yang nikmat bagi La Baco. Ia dengan asyik memandangi laju bola ke sana kemari. Mengisap cerutu sembari menunggu ke gawang mana bola akan tertuju. Anggur cap orang tua yang sedari tadi berbusa setelah dituang ke cawan kecil membuatnya semakin asyik mengikuti irama sepoi kemarau itu.

Sum-sum bergegas pulang saat semua orang-orang di tengah lapang membelakangi gawang sepakbola. Ia langsung disodori senyum manis dari ayahnya. Sungguh nikmat rasanya bagi Sum-Sum mendapat sambutan manis seperti itu. Tak biasanya ia diperlakukan demikian. Padahal hari-harinya pun terancam tidak bahagia selamanya. Subuh sebelum ayam jantan berkokok ia sudah harus ke kebun menyiram tanaman, lalu memberi makan anak-anak ayam dan itik. Lalu kemudian ia harus mengangkut air mandi dan air masak kebutuhan di rumah. Setelah matahari sedikit muncul dari timur maka ia harus ke sekolah. Siang menjelang sore ia berangkat mengaji di rumah pa iman, di sanalah ia juga mengangkut air untuk kebutuhan rumah guru ngajinya. Sore hari ia ke sawah, malam mengasah. 

Dirinya terasa hampa, ia merindukan suasana riang gembira. Ia ingin seperti anak-anak lainnya berlarian di tengah lapang, menerbangkan layang-layang. Sore ke ladang lalu berenang di sungai bersama kawan-kawan. Malam ke rumah pa Dusun menonton tivi atau mendengar irama musik Rhoma Irama Begadang Jangan Begadang atau lagu tentang Ani. Anak-anak lainnya begitu santai seakan punya waktu luang 18 jam sehari sementara 6 jam adalah waktu tidur. Berbeda dengan Sum-sum bahwa 6 jam di sekolah serasa istirahat lega. Sekolah adalah alasan kewajiban untuknya sekaligus tempat ia tertidur ayam.

Bukannya ia tidak bahagia, tetapi obsesi ayahnya lah sehingga semuanya harus terlaksana. Apalagi ia anak lelaki di mana di Belanga bahwa anak laki-laki adalah tulang punggung keluarga dan anak-anak adalah anak yang akan gunakan uang banyak untuk nikahan nantinya hingga jual sawah dan sapi.

*** 

Ibu Sum-Sum di beranda sore itu juga ikut tersenyum. Olehnya itu di matanya beranda rumah adalah tempat ia merasa nyaman kala itu. Tak ada perintah, tak ada teriakan, tak ada amarah, hanya ada senyum. Ia ingin bahwa hari-hari atau semua hari demikian di beranda sore itu. 

Sum-Sum adalah anak kedua dari pasangan La Baco dan Ibu Kartini. Kedua pasangan suami istri itu membesarkan anak dengan caranya sendiri. Mereka sangat dihantui pemberontakan DI TII terulang kembali. Mereka sangat ketakutan atas pemerintahan di saman dahulu. Orang tua mereka tak ada yang kembali setelah di perantauan. Identitas mereka seakan kabur. Mereka pun dinikahkan dengan tetua di Belanga lantaran masing-masing orang tua mereka tak kembali sejak awal kemerdekaan negeri ini.

Itulah sebabnya mereka ditempa layaknya militer. Tak ada yang boleh bermain. Sum-sum sangat tersiksa sebab adiknya MB adih kecil , belum cukup umur untuk dipekerjakan. Kakaknya, Basri sedang ngekos di ibukota kabupaten lantaran sedang sekolah MAN di sana. Tak ada SMA di Belanga, kecuali nanti setelah generasi Sum-sum akan dibangunkan SMA agar anak-anak tak lagi ke kota. Maks lengkaplah penderitaan Sum-sum yang tau punya alasan untuk kemana-mana.

Tak ada rumah di tanah Belanga tanpa bilik beranda. Famili sebuah rumah dibangun tanpa ada berandanya. Di kampung sebelah lebih ekstrim lagi bahwa setiap beranda rumah mereka adalah dapur. Dengan makna bahwa setiap yang naik di rumah mereka harus diberi makan. Olehnya itu di Belanga takkan ada tetamu yang kelaparan. Memberi makan tetamu merupakan nikmat yang luar biasa bagi tuan rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun