Hari itu hujan deras, para gembala masih berada di seberang sungai. Sementara sapi-sapi mereka juga masih bersama dengan mereka. Hanya saja tak bisa mereka menyeberang begitu saja meninggalkan sapinya atau sapinya yang menyeberang duluan tanpa ditemani oleh tuannya. Salah satu dari mereka memikirkan jalan keluar bagaimana bisa menyeberang bersama tanpa ada yang tetinggal.
Saya yang hanya orang lewat sedang memandanginya dari seberang Sungai Walennae itu. Ternyata di seberang itu adalah teman-teman saya. Yah memang semua teman saya adalah gembala sapi. Mereka hidup dari ternak sapi. Singkat cerita saya mencoba memberi aba-aba bahwa biar saya yang sampaikan keadaan ini kepada orang tua mereka. Saya sebagai anak-anak yang juga seumuran dengannya tentu merasa khawatir atas situasi ini. Hujan semakin deras, air sungai meluap hingga menaiki ladang-ladang di pinggir sungai, sebenatr algi air pasang akan naik sehingga air sungai semakin tinggi dan deras.Â
Hujan semakin deras, tak ada orang dewasa yang lewat. Mungkin saja mereka semua sedang di sawah sebab memang waktu itu sedang musim tanam. Memang para gembala lebih didominasi oleh anak-anak seumuran saya. Teman-teman saya di seberang cukup berani, tak pernah takut dengan air, hujan, dan sungai. Selalu ada solusi dari setiap permasalahan yang mereka hadapi. Itulah mungkin mereka sudah dilepas menggembala sapi tanpa dampingan orang tua. Mereka semua pandai berenang. Semakin dalam sungai, semakin mereka suka. Semakin deras sungai semakin senang mereka agar dapat berlatih berenang bersama. Hanya saja kali ini puluhan ekor sapi mereka masih di seberang sungai bersamanya.
Tentu tidaklah mudah menggiring sapi untuk ikut berenang. Apa lagi beberapa di antaranya masih anak-anak yakni umur satu tahunan. Mungkin saja yang dewasa pandai berenang. Namun anak sapi itu barulah kali ini ia dapatkan suasana hujan deras, sungai banjir dan mereka di seberang sungai. Untung saja mereka bersama tuannya. Sehingga wajah bingung sedikit ditepis oleh sapi-sapi itu.
Terlihat pohon-pohon pisang di sebelah atas mereka ikut hanyut, demikian pohon pisang di depan saya. Salah satu dari teman saya mencoba menghentikan pohon pisang dengan cara menangkap pelepahnya sembari berpegang di pohon besar. Tali sapi mereka belum dilepas masih menunggu aba-aba dari yang lainnya. Ada puluhan sapi yang di seberang sungai Walennae itu. Akhirnya dengan aksi salah satu dari yang lainnya yang menangkap pelepah pisang sehingga gembala lainnya ikut menangkap pelepah pisang yang hanyut.Â
Semua anak-anak sudah memegangi pelepah pisang. Tali sapi mereka sudah pula dilepas. Sebagian berangkat duluan dengan memanjangkan tali sapi. Yang sudah menyeberang dengan selamat rupanya mengajak saya membantu mereka menarik atau menggiring sapi agar ikut berenang bersama kami. Tak lama kemudian kami semua di seberang sungai sedang bersiap-siap berenang bersama dengan puluhan sapi. Satu di antara kami yang cukup gede, sedang mengarahkan kami dan rupanya ia tak perlu pelepah dan batang pisang. Ia hanya memegang ekor sapi sembari berenang ke tepian di seberang. Sebagian berada di bagian bawah dan yang lainnya berada di atas melawan arus untuk mengarahkan sapi-sapi. Saya sendiri berada di atas ikut rombongan yang mengarahkan sapi menyeberang.Â
Pohon pisang yang kami tunggangi hanya butuh diarahkan. Kaki dan tangan kami layaknya mendayu dan berkuat. Tentu aksi dadakan tersebut tidaklah mudah. Bahkan banyak di antara kami hanyut ke bawah, jauh ke bawah demikian beberapa anak sapi yang kurang kuat berenang namun kami berhasil selamat. Sesampai di seberang sungai pun kemudian pelepah dan batang pisang dilahap habis oleh sapi-sapi gembalaan teman-teman saya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H