Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bakso

3 Juni 2023   15:44 Diperbarui: 3 Juni 2023   18:26 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi penulis 

Entah berapa mangkok bermerek miwon yang pecah. Siang malam mangkok-mangkok itu bunyi silih berganti. Di kompleksku saja yang terbilang sepi dengan user, masih saja didatangi. Bahkan penjual sayur-mayur hanya terbilang lima pengendara yakni yang datang jam enam pagi, jam tujuh pagi, jam delapan pagi, dan penjual yang datang jam sebelas dua orang. Demikian penjual ikan keliling yang dikenal dengan istilah Paggandeng hanya sepuluhan yakni dari jam setengah enam hingga pukul sebelas siang dengan berbagai karakter ikan laut, ikan tambak dan binatang lauk seperti kerang-kerangan beserta anggur laut, dan sebagainya. Sementara penjual Bakso ala Mas Daeng (disingkat Bakso MASDA) lebih dari sepuluh bahkan hampir dua puluhan dari pagi jam sepuluh hingga pukul dua dini hari.

Mangkok-mangkok dipukul menggunakan sendok. Bunyinya nyaring, berdering memanggil layaknya nada dering handphone jadul. Bila penjual pertama datang menandakan waktu sudah pukul sepuluh pagi. Tidak persis juga pukul 10 pagi bahkan biasa datang sepertempat sebelum pukul sepuluh pagi atau pukul sepuluh lewat sepuluh menit. Suara dering itu terdengar dari gerbang, bunyinya semakin nyaring bila melewati jalanan berlubang yang sejak dua puluh tahun tidak pernah terkena aspal. Yah, jalanan perumahan ini memang belum pernah dibedaki lantaran merupakan perumahan subsidi pertama di sekitar kota Makassar dan kota Maros. Berbeda dengan sekarang perumahan sudah mulus baru dipasarkan, layaknya makanan Bakso sudah siap saji lalu dipasarkan.

Bakso di kompleks-kompleks perumahan diibaratkan kudapan bukan makanan berat. Porsi sedang harganya enteng. Bakso MASDA layaknya lagu "Abang Tukang Bakso" di era 80-an ciptaan Momo Agil kini masih populer di kalangan penghuni kompleks perumahan griya Belanga Asri. Entah para penghuni kurang sering memasak atau memang penggemar bakso. Tapi tidak mungkin juga para abang tukang Bakso MASDA masuk ke kompleks itu dari pagi hingga tengah malam bahkan masih ada yang berjualan hingga pukul dua dini hari jika jualan mereka tidak laris.

Entah siapa mereka. Siapa gerangan yang mengorganisir para pedagang Bakso MASDA tersebut. Padahal sekilo saja keluar dari kompleks perumahan pasti kita dapatkan warung Bakso yang sudah melegenda. Bahkan jauh sebelum adanya kompleks perumahan ini. Jalan sedikit ke Barat yakni arah kota Makassar, kita temukan berseliweran penjual Bakso mulai dari Bakso bulat, bakso tusuk, bakso kuah, bakso beranak, bakso lapangan tembak, bakso solo, bakso kuah coto, bakso kemasan/ freezer, bakso mie siram, dan sebagainya. Jalan ke Timur yakni ke arah kota Maros tentu tidak luput dari Bakso Sony, Bakso Lamongan, Bakso Cabang Lapangan Terbang, Bakso Cabang Pantai, Bakso cabang Jalan Kanjil, hingga Bakso Cabang Gunung Nona. Demikian di kota kabupaten tentu diwarnai dengan warung Bakso cabang kota besar di Indonesia sebagai franchise bakso. 

Penjual Bakso dengan ciri khas motoris ini tentu berbeda dengan pedagang Bakso di tempat (model warung dengan sewa tempat atau rumah toko) yang dengan percaya diri menjual kualitas demi mendatangkan pelanggan. Demikian dengan Abang Tukang Bakso dengan gerobak yang selalu hadir di setiap jam kudapan yakni antara pukul 10-an pagi dan pukul 4 sore hari. Memang di kota kami makanan Bakso layaknya kudapan yakni sebagai penjanggal perut. Sebab makanan berat rata-rata orang di sini adalah makan nasi + sayur-mayur + Ikan/ ayam + telur/ tahu/ tempe/ perkedel. Makan berat bagi pekerja berat biasanya tiga kali sehari atau yang sedang diet hanya dua kali sehari. Tapi bagi anak sekolah mereka makan subuh hari, sepulang sekolah wajib makan berat dan demikian di malam hari. Namun heran saja kenapa pedagang bakso keliling dengan merek Bakso MASDA hingga puluhan bergantian masuk tiap kompleks perumahan tak terkecuali di kompleks perumaha Griya Belanga Astri. Apa gerangan pekerjaan para tetangga kami yang jarang kelihatan saat shalat berjamaah, saat jajan sayur dan ikan di paggandeng.

Konon katanya ada dua versi lahirnya Bakso Masda. Pertama adalah orang-orang dari pulau Jawa baik transmigran bersuku Jawa yang ada di Masamba Luwu Utara maupun dengan yang sedang mewarnai dunia kuliner di kota Makassar dan sekitarnya. Orang-orang tersebut sebagian kawin mawin dengan lelaki asal Jeneponto yang bersuku Makassar. Umumnya perempuan dari suku Jawa dengan lelaki bersuku Makassar. 

Ada rumor beredar bahwa Uang Panai (mahar) bagi pengantin lelaki untuk perempuan Bugis terlalu tinggi hingga mereka banyak berusaha mencari pasangan selain suku Bugis, entah suku Makassar sendiri maupun ke luar pulau termasuk pulau Jawa. 

Kedua adalah lelaki yang bersuku Makassar sedang ke tanah Jawa merantau kemudian kawin mawin di sana lalu pulang ke Sulawesi. Kedua faktor tersebut yang sudah kawin mawin di mana lelaki bersuku Makassar dan perempuan bersuku Jawa kemudian membangun usaha kuliner yakni Bakso MASDA yang merupakan perkawinan antara gelar/sapaan mas dan daeng. 

Orang-orang di sini tidak ingin memakan masakan khas Jawa seperti Bakmi dan Bakso kalau orang yang bersuku Makassar yang mengolahnya. Tapi kalau kudapan coto tentu tidak diragukan lagi. Pelanggan tentu pilih-pilih pedagang Bakso keliling untuk ia beli demikian jika ada warung Bakso tanpa label Bakso Lamongan atau Bakso Jawa, dan sebagainya. Sehingga demikian banyak yang kekurangan pekerjaan. 

Pada akhirnya tercipta warung Bakso MasDaeng baik keliling maupun sewa tempat. Karena dengan mendatangi pelanggan olehnya itu berjalanlah usaha Bakso MASDA dengan konsep berdagang Bakso keliling yang dikoordinir oleh orang-orang tersebut yang kawin-mawin beda suku. Biasanya perempuan Jawa yang mengolahnya kemudian lelakinya yang menjajakan kelilinh. Sekali saja bukan masakan perempuan Jawa maka seketika itu pula mereka diusir dari kompleks dan didoakan agar jualannya tidak laku. Sebab ibu-ibu di kompleks perumahan Griya Belanga Asri semuanya maniak Bakso bahkan mereka setiap saat ibu-ibu di sini ngidam Bakso. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun