Suatu pagi mengunjungi nama ibu, dalam deretan nama-nama di sana, hanya nama ibu yang tak asing dari catatan yang aku bawa, huruf nya selalu menjadi pertanyaan dalam teks teki silang yang sering aku beli di pasar Sabtu pagi, dibolak-balik pun tetap nama ibu yang muncul sebagai jawaban.
 kupeluk pagi itu dengan damai, hatiku tenang, kepala jadi ringan, badan terasa melayang,  hatiku meriang, mataku mengiang, benda benda di sekitar ikut mengenang.Â
Awalnya nama akhiran ibu saya sematkan jadi jimat, agar kelak jadi azimat, aku sendiri meragukan dirikuÂ
Pada akhirnya nama awalan ibu kusimpan rapi di akhir namaku, tentu bersama dengan pengekalan setiap suku kata, sebagai dari patih daging ayah ibu, itu saya, tapi tetap saja terbaca nama ibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H