Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Didaulat Jadi Protokoler dan Imam Tarwih

3 April 2023   04:30 Diperbarui: 3 April 2023   06:27 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di masjid kompleks perumahan saya terbilang penuh dengan kompleksitas dan heterogenitas. Kompleks perumahan tersebut adalah merupakan perumahan yang dihuni oleh warga dari berbagai latar belakang profesi; mulai dari petani, sopir, guru, dosen, TNI, Polri, wirausaha, buruh pabrik, dan berbagai profesi lainnya yang tidak masuk dalam kategori tersebut. Selanjutnya situasi heterogenitas dalam artian tidak hanya satu suku tetapi banyak suku di dalamnya baik yang beragama Islam, Hindu dan Kristen ada di sana. Yang beragama Islam pun tidak hanya dari Sulawesi Saja tetapi dari berbagai pulau. Bahkan ada yang mualaf. Kehidupan pun penuh dengan kompleksitas dan heterogenitas selama bertetangga dan beragama dalam satu kompleks perumahan tersebut.

Di tahun 2022, sepulang dari rantauan karena sedang studi saya dan keluarga sedang menjalankan ramadan di kompleks tersebut. Lantaran masih dalam suasana Covid-19 sehingga akses masih terbatas. Saya mengambil hikmah bahwa ramadan kali ini di kompleks perumahan saya sendiri bukan di kampung asal saya bukan pula di kampung istri saya. Tibalah saatnya ramadan akhir awal April 2023. Tiba-tiba pak RT menunjuk saya selaku protokoler dengan alasan bahwa pengurus masjid yang lain sedang mudik. Saya pun mengambil peran tersebut dengan membacakan informasi terkait pelaksananan ibadah tarawih, buka puasa, zakat hingga pengumuman lain terkait amanat pak RT seperti kebersihan lingkungan dan juga menjaga protokol kesehatan selama masa pandemi tersebut. Di malam pertama hingga malam-malam berikutnya ternyata tetap ia memaksa saya untuk membacakan setiap amanat penting tersebut. Saya terjebak dalam situasi tersebut antata ingin beribadah saja sebagai warga biasa dengan terlibat sebagai panitia. Konon panitia sebelumnya belum ada yang definitif maklum kompleks perumahan yang belum terorganisir dengan baik warganya. Masjidnya pun baru dua tahun digunakan untuk shalat tarawih berjamaah.

Suatu malam, setelah shalat Isya berjamaah. Selepas saya membacakan amanat dari Pengurus Masjid dan pengumuman penting terkait pengeluaran dan pemasukan serta penyumbang menu buka puasa bersama serta peringatan kepada anak-anak remaja untuk tidak meledakkan petasan di sekitar masjid selama ibadah tarawih berlangsung.  Saya tiba-tiba didaulat jadi imam tarawih. Saya menoleh ke istri, sebagai isyarat izin. Ia hanya menunduk menandakan tidak juga setuju namun tidak juga menolak. Kenapa saya harus beri isyarat kepada istri, sebab hanya dia yang tahu kapasitas saya terkait bacaan shalat. Tak ada alasan untuk menolak, saya pun berdoa semoga bisa memimpin shalat berjamaah hingga akhir tanpa ada kesalahan fatal. Ini kali pertama jadi imam shalat tarawih, dan ternyata malam-malam berikutnya sering bergantian antara imam masjid, pak RT sendiri dan saya sendiri. Setiap kembali ke rumah saya berfikir bahwa meski pun saya bukan dari kalangan ustadz atau anak santri, hanya sebagai orang awam tentang agama namun saat diberi amanat untuk itu maka saya harus terima. Mengingat pula bahwa kondisi berbeda dengan di perkotaan yang semuanya serba ada termasuk ketersediaan imam masjid yang berkualitas. Apa yang saya lakukan dengan situasi tersebut tidak lain adalah kembali mempelajari dasar-dasar terkait bacaan, penampilan dan serta memperbaiki kondisi mental saya.

Dua kejadian tersebut baik sebagai protokoler dan didaulat sebagai imam shalat tarawih menjadikan saya untuk melatih skill. Sebagai orang yang akan tampil di depan umum melatih saya berbahasa dengan baik. Demikian untuk menjadi imam shalat tarawih. Sepulang dari masjid hingga hari-hari berikutnya, keadaan ini memaksa saya untuk belajar dan melatih skill protokoler dan berguru tajwid yang baik kepada istri saya serta mendengarkan cara-cara bacaan yang baik melalui berbagai referensi. Kedua hal ini dapat saya kategorikan sebagai sesuatu hal yang melatih skill saya dalam beribadah ramadan. Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun