Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kecanduan Thrifting Shop

19 Maret 2023   20:58 Diperbarui: 22 Maret 2023   08:02 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi thrifting sumber foto: basa-basi.com

Aktivitas belanja pakaian bekas bukan hal baru bagi masyarakat kita di Indonesia. Aktivitas belanja pakaian bekas ini atau thrifting shop ini sudah menjadi candu bagi masyarakat kita. Pasalnya belanja ala thrifting ini memberikan kepuasaan tersendiri bagi konsumen. Selain karena kualitasnya, harga yang murah dan memang layak pakai.  Selain itu bahwa belanja pakaian bekas tersebut beberapa di antaranya merupakan pakaian bermerek dan pas dengan ukuran badan orang Indonesia. Tak hanya di situ bahwa pakaian bekas yang diperjual-belikan di toko online maupun di pasar-pasar pusat perbelanjaan memiliki berbagai varian mulai dari baju, celana, tas, gorden, sepatu, kaos kaki, hingga selimut. Atas varian tersebut seperti menu pilihan yang menggiurkan pelanggannya.

Ada dua hal yang diuntungkan dalam aktivitas thrifting ini yakni pedagang dan konsumen. Pedagang yang sudah lama bergelut dalam bidang ini merasa bahwa profesi berdagang thrifting ini sangat menjanjikan, pasalnya semakin disukai oleh masyarakat luas dan para pedagang tidak takut barangnya tidak laku. Selanjutnya masyarakat sebagai konsumen yang sudah merasa bahwa dengan belanja barang bekas tersebut mereka bisa menggunakannya sampai puas dan tidak rusak-rusak pula. Sehingga bagi pelanggan ada chemistry tersendiri bila jajan barang bekas yang murah serta tidak takut barang belanjaannya rusak. Sebut misalnya sepatu lari, pemakainya tidak takut bilang barangnya rusak pada saat dipakai berolah raga. Sepatu Gunung, pemakainya tidak akan takut bila barangnya rusak karena kualitasnya sangat bagus.

Selanjutnya bagi konsumen tertentu menganggap bahwa dengan belanja barang bekas ini sebut cakar (cap karung, penyebutan bagi masyarakat di kampung saya) bahwa mereka bisa gonta-ganti pakaian mereka setiap hari. Apalagi harganya cukup murah dibanding dengan barang dalam negeri. Selain itu juga bahwa di mata konsumen barang-barang thrifting ini cukup dipermak dan laundry maka sudah bisa dipakai kapan pun. Tak tanggung-tanggung sebagian kelompok masyarakat berani memborong barang-barang thrifting setiap pekan. Saat dipakai pun merasa sangat bangga bahwa ada brand/ bermerek dan impor yang melekat meskipun itu barang bekas. Sehingga bagi pecandu thrifting kesenangannya ada pada prestise memakai barang impor.

Para pedagang yang sudah bergelut dengan dunia thrifting ini juga menjadi candu bagi mereka. Pasalnya hanya sekali beli dengan kiloan dalam karung, jika mendapatkan barang bagus dan sangat digemari pelanggan di situ ia merasa untung. Terkadang jika dianggap sudah kembali modal maka barang sisanya akan dijual dengan harga miring. Jarang terdengar mereka rugi kecuali barangnya setelah dibeli kemudian ditenggelamkan di tengah laut karena sesuatu hal. Para pedagang yang sudah membeli di area pelabuhan, maka barang tersebut akan di kirim ke pasar-pasar tradisional hingga ke toko pusat thriting shop di kota-kota. Sehingga pemandangan thrifting bukan hal baru bagi pemerintah, hanya saja tentu ada pertimbangan lain sehingga sebelum-sebelumnya belum ada pelarangan.

Mengingat barang tersebut dianggap ilegal dan merugikan masyarakat luas termasuk pengusaha dan pedagang pakaian lokal maka pemerintah tentu memiliki tanggung jawab untuk membuat regulasi terkait ini. Meski pada dasarnya banyak juga para aparat di pelabuhan yang terlibat bisnis ini sebab barang tersebut pintu masuknya di pelabuhan-pelabuhan sebagai tempat pengiriman barang dari negara-negara tetangga. Dampak selain merugikan pengusaha pakaian dan pedagang pakaian lokal tentu bisa berakibat bagi kesehatan. Pasalnya barang tersebut merupakan pakaian bekas yang telah dipakai oleh orang asing yang tak kita kenal.

Sudah sepantasnya pemerintah membuat regulasi akan ini namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberlakuan kebijakan belanja thrifting. Pertama bahwa menindaki aparat terkait yang terlibat dan memberikan edukasi agar tidak lagi membantu para pedagang di pelabuhan. Kedua mengingatkan kepada pengusaha dan para pedagang pakaian lokal agar mementingkan aspek kualitas barang dalam negeri agar layak pakai dan harga dapat menyesuaikan kondisi belanja masyarakat. Ketiga memberikan edukasi kepada para pedagang thrifting yang sudah terlanjur berprofesi agar  hal dilakukan dapat merugikan masyarakat luas dan setidaknya pemerintah memberikan jaminan usaha agar mereka tidak kehilangan pekerjaaan. Keempat bahwa menyiapkan pusat rehabilitasi belanja masyarakat yang konon sudah kecanduan belanja barang thrifting

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun