Adanya wacana penghapusan kelas 1,2, dan 3 dalam pelayanan BPJS Â menambah episode kisruh pelayanan kesehatan di Indonesia. Pasalnya setiap tahun selalu saja ada wacana yang dilempar ke publik.Â
Sementara masyarakat pengguna BPJS tidak ingin tahu menahu berbagai macam pelayanan tersebut. Masyarakat hanya ingin mengikuti program jaminan kesehatan yang ditawarkan pemerintah kemudian membayar sesuai pembayaran yang ditetapkan dan kemudian mendapat pelayanan sesuai aturan yang tela disepakati.Â
Masyarakat hanya ingin sehat, bahkan tidak ada yang ingin sakit. Namun situasi sakit siapa yang tahu. Di tambah dengan pelayanan rumah sakit daerah kepada pemegang kartu BPJS ini seakan dianaktirikan. Entah apa yang telah dilakukan oleh pihak BPJS dengan rumah sakit daerah atau puskesmas.Â
Sebelumnya pemegang kartu BPJS mandiri berlomba-lomba akan beralih kepada klinik. Lebih memilih klinik di banding puskesmas. Kerjasama BPJS dengan rumah sakit masih menjadi keluhan sebagian RS, Â pelayanan kepesertaan yang belum maksimal, kini hadir lagi wacana penghapusan kelas.
Rencana pengahapusan kelas tersebut akan diganti dengan program kelas rawat inap standar (KRIS). Kami tidak meragukan lagi hasil riset yang dilakukan oleh pihak penyelenggara BPJS, hanya saja program-progam sebelumnya belum berjalan maksimal.Â
Sebaliknya peserta program BPJS pun tidak ingin repot dengan tawaran program. Yang menjadi pertanyaan sederhana adalah efektifkah program KRIS tersebut untuk diterapkan pada rumah sakit mitra BPJS? Apakah program KRIS bisa merata sementara tidak semua faskes di RS/ di Puskesmas dan di klinik tidak semua sama. Yang pada akhirnya peserta bisa saja gonta ganti tempat untuk pelayanan BPJS mereka.Â
Di sisi lain juga bahwa tidak bisa asal nunjuk dokter yang akan dituju sebab pertimbangan wilayah keberadaan antara peserta program dengan RS/ Klinik.
Program KRIS tidak akan menjadi persoalan bagi peserta BPJS sepanjang iuran tidak berubah. Demikian yang terpenting bagi kami selaku peserta pihak RS/ Puskesmas tidak lagi memandang kami sebagai orang biasa.Â
Banyak kasus yang penulis temui dan alami bahwa seakan pemegang kartu BPJS di mata nakes yang bekerja di puskesmas adalah orang yang tidak membayar (bukan peserta mandiri) dan dianggap kurang mampu. Entah ingin mengadu kepada siapa dan terkadang ingin langsung beralih jadi peserta umum.Â
Saya rasa edukasi pihak BPJS ke RS atau pihak pemerintah ke BPJS dan Nakes perlu ditingkatkan. Pasalnya semua masyarakat Indonesia adalah sama. Antara peserta, pihak BPJS, Nakes, dan Pemerintah adalah memiliki kedudukan yang sama hanya saja kedudukan yang berbeda yakni di tempat pelayanan kesehatan.Â