Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keputusan Childfree Bukan Karena Ikut Tren

9 Februari 2023   13:04 Diperbarui: 8 Maret 2023   16:11 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Childfree adalah istilah tren bagi pasangan suami istri untuk menunda memiliki anak atau bahkan berencana tidak memiliki anak sama sekali. Keputusan untuk tidak memiliki anak tersebut bisa saja sebelum ia menikah atau setelah ia menikah yakni pada masa-masa pengantin baru. 

Childfree merupakan pilihan bagi individu atau pasangan tertentu agar merasa nyaman untuk berkarir, tidak merepotkan untuk menikmati masa-masa muda, bisa juga faktor ekonomi, dan bahkan sebagai anti aging atau anti penuaan. 

Selain faktor tersebut ada beberapa individu yang memiliki trauma terhadap keluarganya misalnya faktor Broken Home atau kekerasan pada anak. Sehingga anak tersebut berfikir untuk tidak memiliki anak jika nantinya sudah menikah atau bahkan untuk tidak menikah lantaran trauma kehidupan berumah tangga. Tentu Childfree tersebut sebuh pilihan dan pilihan tersebut merupakan sikap dan prinsip individu tertentu.

Childfree pada dasarnya bukan lagi istilah yang baru berkembang di Indonesia terlebih di luar negeri. Bahkan sudah ada beberapa komunitas Childree atau Voluntary Childlessness (https://en.wikipedia.org) membeberkan beberapa alasan mereka salah satunya tadi bahwa ada keinginan untuk bebas dan tidak dibebani dengan kondisi sebagai ibu rumah tangga. Voluntary Childlessness mengkampanyekan hal tersebut tetapi berupaya menghadirkan pandangan individu dalam memilih tidak memiliki anak. 

Dalam memilih keputusan childfree tersebut tidaklah mudah, hal tersebut telah melewati berbagai proses panjang dan pada akhirnya memilih jalan tersebut dalam keadaan sadar. 

Memilh keputusan tersebut tentu yang pertama menolak biasanya datang dari pasangan, keluarga khususnya kedua orang tua masing-masing dari pasangan tersebut, hingga teman dekat. Namun seiring perjalanan waktu bahwa keputusan yang diambil oleh individu bersama pasangannya akan terjawab dari rutinitas sehari-hari atau setelah mendengar kisah hidup individu tersebut yang telah memilih keputusan childfree.

Penulis Indonesia Victoria Tunggono misalnya telah mempublikasikan karyanya berjudul Childfree & Happy (EA Book-Buku Mojok Grup, 2021). Tori sapaan (Victoria Tunggono) menuturkan bahwa untuk punya anak tidak harus dari rahim sendiri melainkan bisa dengan anak adik atau kakaknya. Bahkan kemanakan mereka menyebutnya sebagai Aunt (Bibi). 

Buku tersebut menggambarkan bagaimana keputusan sadar untuk tidak memiliki anak kandung. Ia mengajarkan kita untuk tidak memaksakan diri sebagai ibu kandung yang harus hamil setelah menikah. Tentu pilihan dan sikap Tori tidak kemudian memaksakan pembaca. 

Namun apa yang dituliskan Tori dalam bukunya tersebut adalah salah satu contoh kebebasan di Negara kita bagaimana merencanakan kehidupan yang bahagia dengan versi penulis. 

Beberapa penulis dalam hal ini bukan seperti Tori yang sebagai individu yang memilih keputusan childfree, tetapi berasal dari peneliti dalam disiplin ilmu masing-masing baik itu mahasiswa strata satu atau pascasarjana. Namun penelitian mereka hanya berangkat dari rasa penasaran dan atas fenomena sosial yang sedang tren bukan karena mereka telah menjalaninya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun