Di setiap wilayah di Indonesia memiliki ciri khas kuliner masing-masing. Demikian halnya di Makassar sangat familiar dengan kuliner daging-dagingan seperti Coto Makassar, Konro, Sop Saudara, Pallubasa, dan sebagainya. Tentu faktor geografis sehingga kebutuhan tubuh masyarakat di kota ini yang membuat jejeran kuliner tersebut masih dapat bertahan.Â
Selain dari kuliner berupa daging-daging atau makanan berat lainnya juga terdapat kudapan atau jajanan pasar yang tidak kalah familiar dengan lainnya. Baik dari kuliner khas daerah yang ada di Sul-Sel kemudian dijajakan di Kota Makassar seperti Barobbo (khas Bugis), Kapurung (masakan khas Luwu), Nasu Palekko (masakan khas Sidrap/ Pinrang), Sate Lilit (maskan khas Bali), Mi Aceh (Provinsi Aceh), Daging Rendang (Sumatera Barat) yang dapat ditemukan di setiap jalan protokol atau di area pasar, Pempek Palembang (Sumatera Selatan) yang menjadi menu kudapan (pempek dapat dijumpai melalui aplikasi grab food atau di kompleks perumahan yang dijajakan oleh paggandeng (penjual keliling). Tak hanya kuliner dari dalam negeri tentunya, tetapi terdapat kuliner khas Cina yang sangat pas di lidah dan nyaman di lambung.Â
Kehadiran masyarakat Tionghoa di kota Makassar tentu menjadi salah satu faktor berkembangnya ragam kuliner kas Cina. Akulutrasi budaya antara masyarakat kota Makassar dan etnis Tionghoa (Cina) sangat kuat seperti dalam hal makanan. Banyak ragam makanan kota Makassar telah dimodifikasi oleh masyaralat etnik Tionghoa yang ada di Makassar baik makanan tradisional makanan moderen seperti yang ada di restoran.Â
Sebaliknya, bahwa salah satu upaya masyarakat Tionghoa di kota Makassar dalam mempertahankan identitias kebudayaan mereka yakni dengan cara mengakulturasi masakan khas Tionghoa dengan bahan dan bumbu yang ada di kota Makassar. Sehingga ragam kuliner di Makassar tidak melulu dari daging-dagingan atau seafood yang terkenal, seperti menu Coto Makassar, Pallubasa, Sup Konro, Pallumara, Pallucella, dan Sup kepala ikan. Tapi ada juga menu dari olahan Mie seperti Mie Titi yang saat ini menjadi makanan mie kering khas Chinese Food di Makassar.
Mie Titi terbuat dari bahan baku mi yang digoreng kering, lalu disiram kuah kental dari adonan telur dan sayur-sayuran hijau. Selain itu, udang dan daging ayam yang dipotong kecil-kecil melengkapi menu mi kering yang sudah terkenal di Makassar sejak 37 tahun silam. Bagi yang suka menikmati makanan pedas, Mie Titi lebih sedap bila dicampur langsung dengan saus sambal dan cabe rawit yang sudah diramu khusus. Untuk menikmati hidangan Mie Titi cukup merogoh koceknya Rp 18 ribu saja.Â
Asal usul kuliner mie "Titi" bermula dari sebuah gerobak penjual masakan cina atau Chinese food di kota Makassar sekitar tahun 60-70an. Penjualnya adalah seorang Tionghoa bernama Angko Tjao yang parkir di tepi Jalan Bali, di Makassar waktu itu. Tapi Makassar tak hanya punya coto atau konro. Ada mie "Titi" yang gurih hangat. Mie goreng kering disirami kuah kental yang dibuat dari telur dan tepung maizena. Di dalam kuahnya itu ada berbagai campuran untuk toppingnya seperti daging ayam, hati sapi, kubis, sawi, daun seledri, dan udang.
Mie "Titi" ini adalah hidangan kuliner yang juga tak kalah khasnya dari kota Makassar, meski bukan termasuk hidangan tradisional, malah kuliner ini adalah sejenis Chinese food, namun termasuk Chinese food khas Makassar. Kuliner ini adalah hidangan mie kering dan di Makassar terkenal dengan sebutan mie "Titi" atau juga mie "Awa", penamaan ini sebenarnya adalah nama dari penjualnya, tapi karena saking terkenalnya hingga berubah menjadi semacam brand.
Selain Mie Titi ada banyak jenis makanan khas Cina yang dapat ditemui di kota Makassar baik di kampung pecinan dan di restoran. Beberapa diantaranya Cakwe, Bakpao Ayam dan Sapi, Misoa, Nasi Hainan, Lontong Cap Go Meh. Diantara masakan tersebut merupakan kuliner halal (sangat mudah ditemui dan dijangkau oleh masyarakat umum).Â
Selain makanan berat tadi terdapat jajajan yang pas dengan jinjingan oleh-oleh saat berkunjung di kota Daeng yakni Roti Mantao Pare.Â
Di kota Makassar dan di Kota Parepare pun tersebar pedagang roti Mantao. Dapat dengan mudah dijumpai dengan pilihan harga beragam. Layaknya roti lainnya tetapi roti Mantao lebih tahan lama dan dapat di goreng dadakan (seperti tahu Sultan). Roti lainya begitu dibeli harus langsung bisa dimakan. Namun Mantao harus digoreng, di panggang, atau di kukus terlebih dahulu. Setelah digoreng, Mantao yang awalnya berwarna putih pucat berubah menjadi kecoklatan. Maka Mantao pun siap disantap. Rasanya empuk, garing, gurih dan dirindukan. Apabila dipadukan dengan kopi hangat di pagi hari tentunya lebih nikmat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H