Membangun bisnis pendidikan berbasis online semasa pandemic adalah salah satu jalan keluar dari zona tidak nyaman atas penghasilan yang tidak menentu. Seperti saya selaku pelajar alias studi lanjut di rantauan, dan sebelum pandemic saya masih sering mendapat job sebagai guru les, trainer dan bimbingan belajar lainnya. Namun dengan situasi pandemic saat ini tentu harus berupaya menambah penghasilan yang halal tanpa harus beraktivitas di luar rumah demi menjaga keuangan keluarga.
Awalnya saya cukup termotivasi atas beberapa pesan pesan positif yang sering dibagi oleh fluencer baik di grup WA, di Instagram dan facebook termasuk beberapa artikel bisnis yang juga ikut mewabah di benak saya. Sehingga membuat saya dan istri berfikir untuk memanfaatkan hal positif tersebut dengan membuka usaha dalam jasa pendidikan berupa jasa penerjemahan, bimbingan belajar hingga jasa pengeditan naskah via daring.
Karena keterbatasan saya dalam bidang IT sehingga yang harus saya pelajari adalah bagaimana mendesain, kemudian masuk pada tahap marketing program saya pada beberapa media sosial, baik di FB, WAG dan Instagram. Marketing menjadi jantung dari sebuah usaha dan terkesan sulit bersaing dengan pelaku usaha lainnya pada jasa yang sama. Sehingga beragam cara saya tempuh mulai dari penawaran harga rendah, pelayanan, kualitas serta pengerjaan yang cepat.
Adapun berhasil tidaknya dengan model promosi kami, namun dalam situasi pandemic corona virus disease 2019 (Covid-19) yang entah kapan berujung membuka pola pikir saya untuk berselancar dalam layanan jasa online. Dengan adanya program yang saya tawarkan sehingga akan melekat pada kolega kapan dan dimanapun, sehingga menjadi sesuatu yang berkelanjutan bukan temporal semata.
Mengambil sisi positif dari situasi ini yang tak berakhir, akhirnya saya kembali juga menekuni profesi lama sebagai penerjemah amatir alias belum menjadi penerjemah tersumpah.
Penghasilannya cukup menjanjikan, bisa menambah uang jajan bagi anak anak dan amunisi rumah tangga selama di kos kosan. Apalagi pemerintah Republik Indonesia di akhir tahun 2019 telah mengakui penerjemah sebagai jabatan fungsional dan selain itu juga menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan PMK No.78/PMK.02 Tahun 2019 Tentang Perubahan Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2020 yang mengatur Satuan Biaya Penerjemahan dan Pengetikan (halaman 82 butir 5) yang mana mulai dari 170 hingga 450 ribu/ lembar. Namun sebagai amatir yang bukan penerjemah tersumpah saya harus berupaya membuka diri untuk mengisi peluang tersebut dikemudian hari tentu dengan berbagai persayaratan seperti menunjukkan beberapa karya terjemahan dan rekomendasi dari klien yang nantinya harus divalidasi oleh tim khususnya asosiasi penerjemah Indonesia.
Termasuk saya selaku amatir yang saat ini sedang studi lanjut akhirnya teriming iming untuk menggelutinya. Apalagi di masa pandemi yang banyak memberi ruang untuk bekerja di rumah atau work from home (WFH) kini saya terjemahkan WFH menjadi work for home dalam artian bekerja untuk keluarga di rumah. Sehingga tidak ada lagi alasan saya untuk berada pada posisi sulit.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H