Aku telah mendapati citra buruk terhadap toilet di lantai tiga, sehingga aku kembali penasaran apakah toilet di lantai lima serupa dengan sebelumnya? Jawabannya tidak, toilet di lantai lima lebih baik, sabun sangat melimpah, keran cuci tangan berfungsi dua-dua nya, tidak ada puntung rokok, namun masih serupa soal penopang jet shower yang hampir copot.
Kembali aku melanjutkan langkah ini menuju lantai enam, disana mata ini disambut dengan tumbuhan-tumbuhan layu dan kekosongan lemari pertama oleh buku-buku. Disana juga tidak ada petunjuk informasi mengenai buku-buku yang tertera di rak, aku penasaran tentang buku apa saja yang ada disana, lalu aku mendapati ada buku praktis seperti cara membuat globe, lalu ada informasi buku tentang kapal perang, dan keduanya berbahasa inggris. Pengunjung di lantai ini tidak seramai dengan dua lantai sebelumnya, dengan kata lain, lantai enam lebih tenang daripada lantai sebelumnya.
Oh ya, hampir saja lupa, aku sempat berbincang dengan pengunjung di lantai lima karena menarik perhatian ku ketika mendengar cukup keras suara anak pra-sekolah yang sedang dilatih membaca oleh ibu nya. Belakangan aku mengetahui ibu nya bernama Laras (30) tahun dan anak nya Bagas (3.5) tahun. Aku menanyakan alasan mengapa ia berkunjung ke sini dan ia menjawab "saya adalah seorang freelancer graphic design dan seorang ibu, pekerjaan saya tidak melulu datang ke kantor, saya bisa bekerja di rumah, caf, atau tempat-tempat lainnya termasuk perpustakaan ini, tidak lupa saya berperan sebagai ibu, dan saya sedang menjalani peran itu dengan mengajarkan anak saya membaca".
Perbincangan singkat telah usai, namun tidak dengan karya tulisan ku, so jadi aku harus mendampar ingin ku untuk kembali ke rumah, sekilap ku mencari kursi kosong, aku bernafas lega dan pikiran ku secepat kilat, hingga tulisan ini usai, dan aku telah selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H