Mohon tunggu...
Andi Rahmanto
Andi Rahmanto Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara

Hanya seorang anak manusia yang ingin hidup bahagia dengan caranya sendiri. email: andirahmanto2807@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Solo Climbing Ke Gunung Sindoro

3 Oktober 2015   00:50 Diperbarui: 3 Oktober 2015   01:07 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terakhir kali saya melakukan pendakian ke Gunung Sindoro adalah pada Februari 2010. Saya melakukan pendakian seorang diri. Itu adalah pendakian saya ke Gunung Sindoro yang kedua kalinya.

Sebelum  memutuskan untuk melakukan pendakian seorang diri, sebenarnya saya sudah mengontak beberapa teman untuk diajak mendaki bersama. Sayangnya mereka tidak ada yang bisa, tentunya dengan berbagai alasan. Akhirnya saya memutuskan untuk mendaki sendirian. 

Pendakian dilakukan di hari Sabtu. Dari kosan, saya berangkat pukul 6 pagi. Kosan saya tidak begitu jauh dari Rumah Sakit Dr. Sardjito. Saya pun naik Trans Jogja dari halte Rumah Sakit Dr. Sardjito menuju terminal Jombor. Di terminal Jombor, saya kemudian naik bus ekonomi jurusan Semarang. Berhenti di pertigaan Secang, dilanjutkan dengan minibus jurusan Wonosobo. Turun di Kledung, basecamp pendakian Gunung Sindoro.

Saya tiba di basecamp sekitar pukul 11 siang. Sebelum mendaki, kita diwajibkan melapor dan menyerahkan kartu identitas pada petugas di basecamp. Jika memerlukan peta jalur pendakian Gunung Sindoro, kita dapat membelinya di basecamp. Saya bergegas berangkat. Benar-benar nekat. Tidak membawa tenda. Peralatan dan bekal seadanya, jas hujan, sleeping bag, 2 bungkus besar Biskuat (maaf sebut merek, bukan promo!), dan 3 liter air. Rencananya begitu sampai puncak, lalu langsung turun lagi. Mungkin saya saat itu terlalu percaya diri karena pernah mendaki Gunung Lawu dari basecamp hingga puncaknya dalam waktu 3,5 jam. Padahal pendaki umumnya setidaknya memerlukan waktu 7-8 jam. 

Ternyata perkiraan saya salah besar. Medan Gunung Sindoro berbeda jauh dengan Gunung Lawu.

Selepas dari basecamp, kita akan melewati perkebunan tembakau. Setelah melewati perkebunan, selanjutnya kita memasuki hutan yang cukup lebat. Suasana memang cukup seram, banyak dan rapat dengan pepohonan, sehingga cahaya matahari sulit menembus lebatnya dedaunan.

Sekitar pukul 3 siang, saya sampai di pos 2, sebuah tanah lapang yang biasa digunakan pendaki untuk berkemah. Setelah beristirahat cukup, saya melanjutkan pendakian. Menjelang pukul 5 sore, saya hampir mencapai puncak, sayangnya langit berubah mendung. Kilat dan guruh datang silih berganti. Saya mulai ketakutan melihat kilat menyambar-nyambar diikuti suara menggelegar. Hujan mulai turun, meskipun tidak begitu deras. Kilat terus saja bermunculan menyilaukan penglihatan dan suara dentuman guruh yang memekakkan telinga. Saya tiarap, berusaha waspada dari sambaran kilat. Jika tersambar kilat yang bersuhu 10.000 derajat celcius itu, pastilah saya akan mati dalam keadaan gosong. Sesekali saya memandangi langit yang saat itu tampak menyeramkan. 

Saya mulai khawatir karena target waktu pendakian sepertinya meleset lebih lama, sedangkan saya tidak membawa tenda. Jika saya kemalaman sampai di puncak, maka bisa-bisa saya tidur beralaskan tanah, beratapkan langit dan disinari kilat-kilat.

1 jam lamanya saya hanya tiarap. Ketika hujan reda dan kilat berkurang, saya kembali mendaki. Saat mendekati puncak, saya iseng-iseng saja berteriak, siapa tahu ada yang merespon. Ternyata dari puncak ada seorang yang berjingkrak-jingkrak dan ikut berteriak merespon teriakan saya. Saya pun kembali semangat mendaki. Puncak tinggal beberapa langkah lagi. Perasaan lega, karena ternyata ada pendaki lain di puncak nanti.

Saya tiba di puncak saat maghrib. Rasanya tidak mungkin untuk langsung turun. Apalagi hari mulai gelap, kilat pun masih bermunculan sesekali. Saya kelelahan. 

Saya menyapa pendaki itu. Ternyata dia seorang tentara yang bertugas di Semarang. Kebetulan dia sudah mendirikan tenda. Saya minta izin agar bisa menumpang ditendanya. Saya diizinkan. Sungguh beruntungnya saya. Tuhan bersama orang yang nekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun