Laras baru tiga bulan kerja di rumah sakit. Sebagai perawat, ia seringkali membantu dokter untuk menyiapkan operasi, mengecek keadaan pasien, menyuntikkan vitamin ataupun sekadar mengatur selang infus. Laras betah kerja di rumah sakit ini. Gajinya besar, tidak banyak tekanan, dan rekan kerja yang tidak mengusik.
Dia membantu Dokter Irfan, seorang dokter kandungan. Laras sudah sering membantu Dokter Irfan dalam membantu persalinan pasien. Laras merasa kagum pada Dokter Irfan yang sangat tenang saat persalinan. Memang yah, kalau sudah senior, pekerjaan menegangkan pun selalu dibuat santai.
"Nurut kata Dokter Irfan," adalah kata yang Laras dapat sesaat ia bekerja di sini. Ia dengar dari para senior perawat, bahkan dari dokter-dokter yang lain. Laras semakin kagum dengan Dokter Irfan, begitu dihormati karena keahliannya.
"A-a aborsi?" Laras mengulangi kalimat pasiennya. Pasiennya masih muda, mungkin lima tahun lebih muda darinya. Mungkin baru lulus sekolah. "Maaf, Mbak, di rumah sakit ini dilarang aborsi, aborsi kan ilegal?" Laras kebingungan menanggapinya. Bisa-bisanya ada orang yang melakukan aborsi di rumah sakit.
"Boleh kok," Dokter Irfan muncul di belakang Laras. "Kamu yang ada di telepon itu kan? Aborsi boleh dilakukan karena alasan tertentu, dan kamu saya izinkan." Hah? Laras jadi makin bingung. Memang aborsi boleh dilakukan, tapi itu ketat sekali. Contohnya korban pemerkosaan atau kondisi medis lainnya.
"Memangnya alasannya apa Dok?" Laras lalu disikut pelan oleh rekan susternya, tanda menyuruh Laras diam dan menurut saja.
Pada akhirnya proses aborsi itu dilakukan oleh Dokter Irfan, Laras tidak ikut prosesnya karena ada tugas lain, yaitu menjaga bayi-bayi di inkubator. Saat itu tengah malam, Laras berjalan ke arah lokernya, mengambil makeupnya lalu touch up sebentar lalu keluar lagi.
Dia mengambil beberapa berkas, ada map yang harus dihantarkan ke ruangan Dokter Irfan, titipan seniornya. Saat pintu ruangan diketuk pelan, Dokter Irfan tidak menjawab. Laras masuk saja, mungkin Dokter Irfan sedang keluar.
Laras terpaku, berkas yang ia bawa terjatuh, matanya terkesiap ketika melihat Dokter Irfan tengah memakan janin yang baru berusia beberapa bulan dengan lahapnya. Masih dengan baju hijau operasinya, Dokter Irfan menggigit janin itu. Matanya merah kehitaman, darah mengoroti baju, mulut dan tangannya.
"Dok... Kenapa anda memakan janin?" suara Laras bergetar, setengah ketakutan setengah ngeri.