Di pinggiran Kota Cirebon, tahun 2015.
Kabar santer terdengar mengenai sosok hantu bertangan panjang yang meneror warga. Namanya adalah Si Tangan Panjang. Tidak ada yang tahu persis kapan urban legend ini memulai kisahnya, namun yang pasti, Si Tangan Panjang akan meneror orang-orang yang masih berkeliaran di atas jam dua malam.
Ini adalah sudah kelima kalinya ada mayat ditemukan secara misterius di ujung pertigaan dekat rumah kontrakan Salim. Salim pun merasa ngeri karena merasa tidak aman memilih untuk mengontrak di tempat ini. Tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah membayar tiga bulan untuk kontrakan ini. Garis-garis kuning Polisi melintang ke segala arah, kerumunan warga, kepolisian dan juga para jurnalis yang meliput menambah kegaduhan pagi itu, sementara itu Salim menyaksikan mayat seorang bapak paruh baya yang sudah terbungkus koran. Dari yang Salim dengar, kelima korban selalu ditemukan dalam kondisi tersayat maupun tercabik.
Bagi Polisi, tentu ini adalah sebuah tindak kriminal yang tengah mereka selidiki. Namun bagi warga sekitar, ini adalah ulah Si Tangan Panjang. Salim yang adalah pendatang jelas-jelas tidak akan mempercayai mitos warga sekitar. Tiba-tiba Salim tersentak karena ada seorang kakek-kakek yang berteriak entah pada siapa, "mlayu kabeh! Mlayu kabeh! Mlayu sing Tangan Dawa!" Salim juga pernah dengar nama itu, Si Tangan Panjang, atau warga sekitar menyebutnya Tangan Dawa.
Salim bekerja di bagian security mall terdekat yang hanya dengan jalan kaki saja dari kontrakannya dia sudah sampai di tempat kerjanya. Mall itu memang terkenal lebih sepi daripada mall lain di Kota Cirebon. Salim baru dua minggu kerja di mall itu, dia merasa nyaman bekerja di mall itu karena lingkungan dan teman kerja yang mendukung. Bossnya pun orang yang asik.
"Eh kita deleng berita, jarene ana pembunuhan maning parek kontrakan e sira? (Eh aku liat berita, katanya ada pembunuhan lagi deket kontrakan kamu?" Salim mencopot kemejanya, memasukkanya dengan setengah hati ke loker, mengambil seragam securitynya. Ia enggan bercerita hal itu kepada Danil, rekan kerjanya.
"Ya mekonon iku, (ya gitu deh)," jawab Salim sedapatnya.
Jam delapan malam, Salim sudah beberes untuk pulang, tubuhnya sudah lelah sekali akibat berdiri seharian, menyapa orang dengan ramah seharian, dan membukakan pintu berkali-kali seharian penuh, jadi dia perlu istirahat secepatnya. "Hati-hati Lim!" kata Danil yang membawa sepeda motor, Salim hanya mengangguk melambai.
Akhirnya Salim sampai di lorong gang jalan kontrakannya, lorong gang itu terlihat mencekam dan sunyi meski baru jam delapan malam. Memang lampu jalan dan lampu rumah warga menyinari gang itu, tapi suasananya yang kontras dengan jalanan besar yang ramai, membuat Salim bergidik ngeri. Bukan soal setan yang membuat takut Salim, namun lebih kepada si pembunuh itu ia tak tahu beroperasi jam berapa. Bahkan polisi pun seakan tak berdaya karena tidak bisa menemukannya meski korban sudah banyak berjatuhan. Apalagi suasana sekitar yang sepi, hanya terdengar suara burung malam dari kejauhan, ataupun lolongan anjing dari gang seberang.
Salim tanpa sadar berjalan lebih cepat, bahkan tanpa sadar ia setengah berlari kala melewati pertigaan yang menjadi TKP tadi pagi yang kini sudah bersih dan hanya meninggalkan jejak-jejak TKP, garis Polisi pun sudah dicabut sedari sore tadi. Napas Salim jadi tersengal, tanpa sadar dia sudah berlari sekencang mungkin dan dengan hati yang melegakan, ia sampai ke kontrakannya.