Di Indonesia, nama-nama seperti Gajah Mada dan Hayam Wuruk kerap digunakan sebagai nama jalan, bahkan nama institusi seperti universitas. Namun, ada yang unik di Jawa Barat: di provinsi ini, tidak ada nama jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Mengapa demikian? Mari kita bahas lebih dalam mengenai sejarah dan alasan di balik keputusan ini.
Tragedi Perang Bubat
Keputusan untuk tidak menggunakan nama Gajah Mada dan Hayam Wuruk di Jawa Barat berkaitan erat dengan sebuah peristiwa sejarah yang dikenal sebagai Perang Bubat. Perang ini terjadi pada abad ke-14 dan melibatkan dua kerajaan besar: Majapahit dan Sunda.
Latar Belakang Perang Bubat
Pada masa itu, Raja Majapahit, Hayam Wuruk, berniat meminang Dyah Pitaloka, putri dari Kerajaan Sunda. Rombongan pengantin wanita dari Sunda datang ke Majapahit dengan harapan bisa menjalin hubungan yang harmonis melalui pernikahan. Namun, Gajah Mada, Mahapatih Majapahit, memiliki pandangan berbeda. Ia menganggap rombongan ini sebagai tanda penyerahan Kerajaan Sunda kepada Majapahit, sesuatu yang tidak dapat diterima oleh orang Sunda.
Konflik Berdarah
Perbedaan pandangan ini memicu konflik hebat. Rombongan Sunda yang tidak terima dianggap sebagai tanda takluk memutuskan untuk melawan. Perang pun pecah di Bubat, sebuah daerah yang kini dikenal sebagai bagian dari wilayah Jawa Timur. Perang ini berakhir tragis dengan banyaknya korban jiwa dari pihak Sunda, termasuk raja mereka.
Dyah Pitaloka, yang menyaksikan kehancuran dan kehilangan orang-orang terkasihnya, akhirnya memilih mengakhiri hidupnya. Berita buruk ini menyebar ke Kerajaan Sunda, memicu kemarahan dan kesedihan mendalam.
Dampak Jangka Panjang
Tragedi Bubat tidak hanya berdampak pada hubungan diplomatik antara Sunda dan Majapahit, tetapi juga menimbulkan luka mendalam di hati masyarakat Sunda. Kerajaan Sunda memutuskan untuk tidak lagi menjalin hubungan dengan Majapahit. Selain itu, ada larangan keras bagi keturunan Sunda untuk menikah dengan orang Majapahit (Jawa).