Jauh sebelum Indonesia, mengenal istilah penjajahan, kolonialisme, demokrasi, reformasi dll, kita mengenal Bumi Pertiwi adalah tempat perteduhan bagi banyak suku, kaum dan bahasa. Sekalipun berbeda-beda, negeri ini sudah mengenal spirit Bhineka Tunggal Ika. Jauh sebelum kita mengenal birokrasi, prosedur, sistem, tata laksana apalagi undang-undang ataupun ISO dll, Bumi Pertiwi tempat kita berpijak, bertani, bercocok tanam, menangkap ikan, bahkan berburu telah mengenal budaya gotong-royong, bekerja sama untuk mencapai tujuan. Jauh sebelum kita mengenal istilah social media, komunitas, sosialita, infotainment, bangsa ini telah menikmati kehidupan berkelompok, silaturahmi, saling mengunjungi dan saling memberi ketika ada sanak saudara ataupun tetangga yang sedang berkesusahan. Jauh sebelum negeri ini, mengenal korupsi, kolusi, nepotisme dll, bangsa ini telah mengenal barter, sebagai ajak tukar menukar barang, ketika ada yang membutuhkan kita bisa bertukar barang, semuanya demi kebaikan bersama. Jauh sebelum bangsa ini menjadi bangsa yang merdeka, rakyat Indonesia telah memahami bahwa bangsa ini adalah bangsa yang gemah ripah loh jinawi. Jauh sebelum istilah modernisme ataupun pasca modernisme muncul, bangsa ini telah belajar untuk menggunakan keahlian tangan untuk menghasilkan usaha-usaha kecil nan kreatif, seni ukir, batik, tenun, pahat, lukis dll, bahkan mendunia... Namun kini, sementara di kota-kota besar, gedung-gedung pencakar langit mulai berdiri megah, ketika bangsa ini mencoba untuk menunjukkan jati diri sebagai bangsa yang besar. Justru semuanya harus dibayar dengan tangisan Sang Ibu Pertiwi, yang harus merelakan sebagian besar lahan-lahan suburnya harus digali, dibabat habis, digerogoti oleh tangan-tangan rakus yang tidak peduli dengan kelestarian Ibu Pertiwi. Kini, sementara banyak orang mulai lulus dari berbagai perguruan tinggi baik lokal maupun internasional, perilaku penduduk negeri ini belum lebih baik lagi, bahkan terkesan barbar, dan tidak tahu diri, sikut sana sikut sini. Justru orang semakin pintar, malah kejahatan krah putih semakin merajalela. Kini, Republik ini kian lama kian tergerus oleh spirit ideologi-ideologi yang primordial, hanya untuk kelompok dan kepentingan diri sendiri. Kini, Republik ini kian lama, kian tercerai-berai oleh keinginan masing-masing golongan untuk berkuasa, untuk menunjukkan siapa yang paling agung di Nusantara ini. Aku rindu... pekik Ibu Pertiwi... Aku rindu... tanah leluhur, pusaka Indonesia nan abadi itu kembali seperti dulu... Belum ada dengki, belum ada tipu daya, belum ada kerakusan, belum ada kebiadaban, belum ada kemunafikan, belum ada konspirasi, belum ada kezaliman, belum ada... angkara murka... Dulu, negeri ini hanyalah negeri nan ramah gemulai ... Dulu, negeri ini hanyalah negeri nan asri... Dulu, negeri ini hanyalah negeri nan elok jelita... Dulu, negeri ini hanyalah negeri nan damai sentosa... Aku rindu republik ini menjadi seperti dulu lagi Republik Cinta Damai, mungkinkah? Salam perdamaian! Indonesia untuk Semua! Surabaya, 5 Maret 2012 Christopher Andios Gambar: Google Image
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H