Baru beberapa hari semenjak bergabung di Kompasiana, saya pribadi banyak belajar "ilmu tulis-menulis" dari sesama rekan Kompasianer. Sungguh tidak terpikir bahwa ide awal saya bergabung dengan Kompasiana adalah ingin berbagi tulisan, namun kenyataannya sayalah yang justru harus banyak belajar untuk menulis dari rekan-rekan senior di Kompasiana. Saya juga melihat beberapa fenomena menarik bahwa, Kompasiana bukan sekedar ajang "pamer tulisan" namun justru lebih kepada "mentoring" di dalam dunia tulis-menulis. Spirit ini bisa saya rasakan dari beberapa komentar yang saya baca, dimana para penulis mau saling menerima masukan dari rekan-rekan penulis yang lain, tidak peduli, kita penulis handal, berpengalaman, punya jam terbang yang tinggi, maupun para penulis pemula, semuanya dihargai oleh rekan-rekan sesama penulis. Inilah spirit baru Kompasiana, spirit solidaritas dan kebersamaan di dalam menulis. Beberapa hal yang saya tangkap dari observasi singkat saya sejak mengenal Kompasiana dapat saya kategorikan ke dalam beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. Tidak Jaim (Jaga Image). Saya mengamati bahwa tulisan-tulisan di Kompasiana sangat variatif, dan banyak diantara rekan-rekan penulis yang berani menulis apa adanya. Dari kosakata, pemilihan judul artikel, saya banyak belajar bahwa para penulis di Kompasiana, sungguh berani mengungkapkan jati dirinya dengan jujur, apa adanya dan tidak jaim. Ini sungguh menarik. Saya sungguh senang melihat istilah-istilah yang alamiah muncul dari tulisan-tulisan yang ada di Kompasiana ini. 2. Keluar dari Kotak (Out of the Box). Saya terkadang letih dan mengalami sedikit kejenuhan ketika harus membaca buku-buku text book, atau artikel-artikel formal di media masa. Bahasa dan kosakata yang digunakan, alur kalimat, dan tujuan dari penulisan sudah bisa kita tebak, dari judulnya saja. Ini memang dibutuhkan oleh para profesional yang kadang harus membaca berita dan informasi dalam waktu yang singkat. Namun tulisan-tulisan seperti itu dapat membuat kita jenuh, karena kita sudah tahu hasil akhirnya. Di Kompasiana ini saya melihat ada banyak artikel-artikel dan para penulis yang berani menulis "out of the box" dimana mereka berani mengeksplorasi logika menulis yang baru, keluar dari kelaziman dan berani membuat opini baru, di luar opini yang beredar selama ini. Saya sungguh menikmati "rasa baru" di Kompasiana ini. 3. Jujur. Akhir-akhir ini Media di Indonesia banyak berisi ulasan-ulasan terkait Petisi Anti Kebohongan dari Para Pemuka Umat Beragama yang ditanggapi secara serius oleh Pemerintah khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dan dalam waktu singkat, muncul banyak gerakan-gerakan Anti Kebohongan, Gerakan Cinta Kebenaran ataupun Cinta Kejujuran. Di Kompasiana ini saya banyak belajar bahwa salah satu hakikat dan modal dasar yang paling penting yang harus dimiliki oleh seorang penulis adalah berani untuk jujur terhadap diri sendiri, dan jujur terhadap apa yang dituliskan. Saya sungguh menghargai tulisan-tulisan yang jujur yang berani mengungkapkan kesejatian diri para penulis di Kompasiana ini, walau kadang saya melihat masih ada banyak penulis yang belum berani mengungkapkan identitas dirinya di hadapan publik, namun semoga kejujuran tulisan-tulisan di Kompasiana benar-benar didorong dari kemurnian dan kejujuran pada penulisnya, termasuk di dalam menghasilkan karya-karya tulis yang otentik (original) dan bukan "copas". Semoga:) 4. Memberdayakan Penulis Baru, dan Bukan Memperdayai. Sebagaimana spirit kebersamaan dan solidaritas di dalam menulis yang saya rasakan di Kompasiana. Hal positif lain yang saya amati adalah bahwa Kompasiana sungguh-sungguh hadir untuk memberdayakan potensi menulis bagi semua kalangan. Saya melihat dari beberapa profil-profil pada penulis di Kompasiana yang diisi oleh barisan tokoh-tokoh penulis berpengalaman, yang sudah punya jam terbang sangat tinggi, para akademisi, dosen, profesional, ibu rumah tangga, hingga remaja yang karya-karyanya sungguh luar biasa dan membanggakan. Ini menjadi catatan penting bagi generasi penulis baru di Indonesia dan menggembirakan barisan penulis pendahulu Indonesia, bahwa melalui Kompasiana, akan muncul generasi baru penulis Indonesia yang kreatif, dan berwawasan luas. Saya percaya bahwa visi Kompasiana akan segera terwujud, tidak terlalu lama lagi. Tentunya ini menjadi tugas dan doa kita semua, para Kompasianers. 5. Bebas dan Berani. Hal terakhir yang bisa saya amati dari Kompasiana adalah, tentang hadirnya ruang-ruang menulis yang bebas, dimana keberadaan Kompasiana yang menjamin kebebasan para penulis untuk menuliskan "isi hatinya, perasaan, dan hatinya" secara berani, walau tetap di dalam koridor kepantasan, etiket menulis yang sopan, tidak mengandung SARA dan menyebarkan permusuhan. Kebebasan dan keberanian di dalam mengemukakan pendapat di dalam tulisan, akan memacu kedewasaan berpikir, maupun kedewasaan dalam berdemokrasi di Indonesia. Seperti kita ketahui bahwa semenjak jatuhnya Orde Baru, dunia pers di Indonesia seolah-olah baru menemukan kembali "jati dirinya" setelah hampir 32 tahun lebih, seolah-olah "mulut" pers dibungkam, dan kreatifitas dunia tulis menulis "dikebiri". Inilah saatnya, Kompasiana dan para Kompasianers akan berdiri di barisan depan, para penulis Indonesia yang berani menulis dengan jujur (original), apa adanya (tidak jaim), keluar dari kotak (out of the box) atau kreatif, bebas dan berani, hingga pada akhirnya keberadaan Kompasiana dan Kompasianers akan membawa suatu angin segar, gelombang para penulis muda yang kreatif dan dapat di andalkan bagi dunia tulis-menulis di tanah air, hingga manca negara, dan semoga, Indonesia di masa mendatang, akan dikenal sebagai salah satu negara yang dikagumi oleh karena jasa dan karya para penulisnya yang menyejarah. Selamat menulis, dan terus menulis, demi masa depan Indonesia. Salam Kompasiana! Love life live love, Christopher Andios http://www.andiosville.wordpress.com * Ilustrasi (doc. pribadi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H