Mohon tunggu...
Andi Nisrina Swastika Wardhani
Andi Nisrina Swastika Wardhani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Administrasi Pembangunan Negara STIA LAN Jakarta

Suka membaca buku berbagai genre dan menulis di waktu senggang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Lapangan Kerja Sempit, Hak Pekerja Tercekik: Kegagalan UU Ciptakerja?

10 Oktober 2024   07:48 Diperbarui: 10 Oktober 2024   07:55 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengangguran. Sumber foto: Pexels / Timur Weber

Badai PHK terus melanda Indonesia, tanpa ada tanda-tanda mereda. Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial Kemnaker, Indah Anggoro Putri melaporkan bahwa sebanyak 52.993 tenaga kerja terdampak PHK sepanjang Januari hingga 26 September 2024.Tiga provinsi yang paling paling banyak mengalami PHK adalah Jawa Tengah, Banten dan DKI Jakarta. Jawa Tengah menduduki urutan pertama dengan 14.767 tenaga kerja ter PHK, mayoritas pekerja sektor manufaktur, pengelolaan barang, serta tekstil dan garmen. Jumlah Pekerja yang mengalami PHK di Banten sebanyak 9.114 tenaga kerja, sementara DKI Jakarta menyusul dengan 7.469 tenaga kerja. Keduanya memiliki mayoritas sektor PHK tinggi di bidang jasa.

Menurut data tersebut, kondisi ekonomi Indonesia sangat memprihatinkan. Kota-kota yang seharusnya berfungsi sebagai business district tidak bisa menyediakan lapangan pekerjaan jasa, sementara daerah-daerah yang seharusnya bisa menjadi manufaktur tidak mampu mempekerjakan lebih banyak orang karena kondisi ekonomi yang terpuruk.

Dengan naiknya volume calon pekerja, jumlah upah yang ditawarkan diperkirakan akan terus menurun, layaknya prinsip pasar pada umumnya. Sebagian besar perusahaan lebih memilih karyawan yang bersedia dibayar dengan upah rendah, bahkan dibawah UMR, dibandingkan karyawan yang menuntut upah layak.

Tercatat pada bulan Agustus tahun 2023, sekitar 24,84 juta orang atau 47,13% dari total pekerja di Indonesia menerima gaji di bawah upah minimum provinsi (UMP). Calon pekerja rela bersaing demi pekerjaan meskipun perusahaan tidak memberikan upah layak yang seharusnya mereka dapatkan.

Menurut data BPS, pada Tahun 2024, biaya hidup rumah tangga di Jakarta mencapai Rp 14.884.110,27 per bulan. Angka ini jauh melampaui Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024 DKI Jakarta sebesar Rp 5.067.381/bulan. Hal tersebut memperlihatkan ketidakstabilan ekonomi akibat sempitnya peluang kerja.

Selain masalah upah, kerja lembur tanpa bayaran juga menjadi hama yang menggerogoti hak kesejahteraan pekerja. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan turunannya, perusahaan wajib memberikan upah lembur bagi karyawan yang bekerja melebihi jam kerja normal. Larangan bagi perusahaan untuk menghindari kewajiban membayar upah telah tertulis dengan jelas. Sangat disayangkan, peran pemerintah dalam melaksanakan aturan aturan tersebut belum optimal.

Saat ini semakin marak peristiwa dimana perusahaan menekan karyawan untuk lembur tanpa bayaran dengan ancaman akan digantikan. ADP Research Institute melaporkan, "1 dari 10 orang mengaku bahwa mereka lembur hingga 20 jam seminggu tanpa dibayar. Sedangkan rata-rata pekerja lainnya kerja lembur 9,2 jam per minggu dan tidak dibayar."

Target UU Ciptakerja yang digadang-gadang akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja tidak kunjung terealisasi. Sebaliknya, sektor manufaktur, sektor tekstil dan garmen, sektor teknologi dan sektor perbankan mengalami jumlah PHK yang drastis pada 2024.

Sektor yang mengalami kenaikan jumlah pekerja adalah sektor UMKM. Di satu sisi, lebih banyak anak muda memilih menjadi wirausaha adalah sebuah perubahan yang positif, namun di sisi lain, kenaikan UMKM menunjukkan sempitnya lapangan pekerjaan dan status pekerjaan yang tidak stabil di Indonesia.

Jumlah pedagang UMKM terus meningkat, namun jumlah calon pembeli menurun. Siklus uang yang seharusnya berputar secara lokal terhambat karena daya beli masyarakat yang merosot, menyebabkan konsumsi masyarakat akan berbagai produk UMKM ikut menurun.

Tenaga kerja kesulitan mencari pekerjaan, sementara karyawan yang bekerja tidak mendapatkan upah yang layak. Potongan pajak yang kian naik juga membuat kalangan menengah kebawah menjerit. UU Ciptakerja telah gagal dalam menciptakan lapangan kerja yang stabil untuk masyarakat. Pemerintah harus bertanggung jawab dan memberikan intervensi serius sebelum Indonesia terhantam krisis ekonomi yang lebih signifikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun