Kita semua percaya bahwa setiap anak lahir dengan keunikan masing-masing. Seperti halnya sidik jari manusia yang autentik, setiap anak juga memiliki karakteristiknya masing-masing. Keberagaman ini memunculkan konsekuensi bahwa minat anak, gaya belajar, dan kesiapan anak dalam belajar juga berbeda satu dengan lainnya. Hal inilah yang mendasari pemikiran bahwa guru di kelas perlu mempertimbangkan bagaimana proses pembelajaran harus secara hati-hati didesain agar dapat berhasil untuk semua murid. Berangkat dari hal ini pembelajaran berdiferensiasi perlu dilakukan.
Hal ini terkait dengan filosofi pendidikan KI Hadjar Dewantara yaitu menuntun, merdeka, bermain, dan berhamba pada anak. Pendidikan dan pembelajaran bertujuan menuntun kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk perikehidupan bersama ialah memerdekakan manusia yaitu manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi bersandar pada kekuatan sendiri. Berhamba pada anak maksudnya dengan suci hati mendekati sang anak bukan untuk meminta sesuatu hal, mesti bebas dari segala ikatan. Dengan menyelenggarakan pembelajaran yang memenuhi kebutuhan belajar murid, berarti kita sudah menerapkan filosofi mulia ini untuk selalu berpihak pada anak.
Seperti kita ketahui bersama, belajar sifatnya adalah personal. Oleh karenanya, guru  memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa setiap anak mendapat kesempatan yang sama untuk belajar dengan cara terbaik yang sesuai untuk mereka. Melakukan pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 36 cara yang berbeda untuk mengajar 36 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak apalagi pembelajaran yang semrawut (chaotic) sehingga guru berlari ke sana ke mari untuk membantu murid yang satu, kemudian murid yang lain begitu seterusnya dalam waktu yang bersamaan.
Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi? Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat mesti terkait dengan tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas, lingkungan belajar yang "mengundang' murid untuk aktif , manajemen kelas yang efektif, dan penilaian berkelanjutan. Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Menurut Tomlinson (1999:14) dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespon kebutuhan belajar murid. Pemenuhan akan kebutuhan belajar ini akan berkontribusi terhadap perkembangan diri mereka secara lebih holistik. Pembelajaran berdiferensiasi dapat memaksimalkan potensi murid dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mempelajari berbagai nilai-nilai kehidupan yang penting, antara lain nilai-nilai tentang indahnya perbedaan, menghargai makna baru dari kesuksesan kekuatan diri, dan kesempatan yang setara kemerdekaan belajar.
Nah, sekarang bagaimana cara guru mengidentifikasi kebutuhan belajar murid? Untuk memetakan kebutuhan belajar murid, guru dapat memperhatikan dari kesiapan belajarnya (readiness), minat, dan profil belajar murid. Yang perlu diingat adalah bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ)-nya. Strategi/teknik pembelajaran dapat diterapkan secara berbeda untuk kelompok murid yang memiliki kesiapan belajar berbeda. Sedangkan pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik dan memperluas minat murid yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka menemukan minat baru. Kadang-kadang kita sebagai guru cenderung mengajar dengan gaya belajar  kita sendiri, padahal murid memiliki gaya belajar yang berbeda-beda dengan kita. Oleh karena itu, penting untuk memvariasikan metode dan pendekatan mengajar kita sebagai guru. Dalam kaitannya mengidentifikasi kebutuhan belajar murid, guru perlu memahami pentingnya tujuan pembelajaran dan pentingnya proses asesman. Hasil dari praasesmen, assesmen formatif, dan sumatif yang terjadi dalam sebuah siklus proses pembelajaran dapat digunakan oleh guru untuk membantu mengetahui kebutuhan belajar.
Strategi diferensiasi yang bisa dilakukan setelah mengidentifikasi kebutuhan belajar murid bisa berbentuk diferensiasi konten, proses, dan produk. Diferensiasi konten bisa dilakukan dengan membedakan bahan ajar atau materi berdasarkan kesiapan murid. Misalnya kita bedakan teks/ bahan belajar yang sifatnya foundational dan teks yang jenis informasinya bersifat transformasional. Kita bedakan materi untuk murid yang masih perlu  berpikir secara konkret dengan mereka yang sudah siap untuk belajar secara abstrak. Diferensiasi konten juga bisa dilakukan berdasarkan minat murid misalnya menyediakan berbagai teks dengan topik tentang hal-hal yang disukai murid. Kita juga bisa merencanakan diferensiasi konten berdasarkan profil belajar misalnya dengan menyuguhkan materi ajar gambar atau video untuk murid yang memiliki gaya belajar visual sementara untuk mereka yang auditori materinya dapat diberikan dalam bentuk audio.
Diferensiasi proses dapat kita rancang dengan menggunakan kegiatan berjenjang, kita berikan murid tingkat dukungan tantangan atau kompleksitas yang berbeda-beda untuk tetap  membangun pemahaman dan keterampilan yang sama. Kita dapat menyediakan pertanyaan pemandu atau tantangan yang perlu diselesaikan sudut-sudut minat yang kita siapkan di kelas untuk mengeksplorasi berbagai sub materi yang terkait dengan topik yang sedang dipelajari. Hal lain yang bisa dilakukan dalam diferensiasi proses adalah membuat agenda individual untuk murid setelah menyelesaikan daftar tugas yang berisi pekerjaan umum untuk seluruh kelas. Sebagai manajer di kelas, kita juga dapat memvariasikan lama waktu yang murid dapat ambil untuk menyelesaikan tugas serta mengembangkan kegiatan bervariasi yang mengakomodasi beragam gaya belajar: auditori, visual, kinestetik. Kita dapat membentuk pengelompokan kelas berdasarkan kesiapan kemampuan dan minat murid.
Selanjutnya, ketika kita bicara tentang diferensiasi produk maka kita akan memikirkan tentang tagihan apa yang kita harapkan dari murid. Kita dapat melakukan diferensiasi produk dengan berbagai cara. Namun, sama seperti jenis-jenis diferensiasi lain lainnya maka kembali lagi kita perlu mempertimbangkan kebutuhan belajar murid kita terlebih dahulu sebelum menentukan penugasan produk ini. Intinya, penugasan produk ini harus membantu murid baik secara individu memegang tantangan dan keragaman atau variasi dan memberikan murid pilihan bagaimana mereka dapat mengekspresikan pembelajaran. Sebagai contoh murid dengan kecenderungan kecerdasan linguistik dapat mengumpulkan produk berupa artikel, sedangkan murid dengan kecenderungan kinestetik dapat menyajikan sosiodrama.
Dengan memperhatikan konten, proses, produk, guru dapat menyesuaikan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses pembelajaran agar kesemua tahapan proses tersebut dapat memenuhi kebutuhan belajar murid-murid kita dan membantu kesuksesan pembelajaran mereka. Dibutuhkan dukungan lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran berdiferensiasi. Lingkungan belajar ini selaras dengan budaya positif yang telah dibahas pada artikel sebelumnya (baca: Â Restitusi : Mengubah Paradigma Guru dan Orang Tua dalam Menerapkan Budaya Positif). Learning community dan budaya positif di sekolah agar tercipta suasana positif. Hal ini tercermin dalam suasana kelas di mana setiap orang disambut dengan baik, setiap orang di dalam kelas saling menghargai, murid merasa aman, dan ada perayaan untuk pertumbuhan semua orang. Guru dan siswa berkolaborasi untuk pertumbuhan dan kesuksesan bersama. Pembelajaran berdiferensiasi dapat diterapkan dalam berbagai konteks, akan tetapi, kreativitas dan pemahaman akan kebutuhan masing-masing kondisi kelas yang berbeda tetap dituntut dari guru yang memiliki visi besar. Diperlukan guru yang menyadari nilai-nilai dan peran pentingnya untuk turut membawa pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H