Memperkenalkan sastra sejak di bangku sekolah merupakan langkah awal yang bagus dalam mengatasi permasalahan minat literasi di Indonesia. Generasi Z khususnya yang masih mendapatkan kurikulum K13 ketika duduk di bangku sekolah dasar, pasti rata-rata sudah pernah mengalami yang namanya wajib menyumbangkan buku cerita dan mengulas buku cerita yang kalian baca di setiap hari yang sudah ditentukan. Semua itu terjadi sekitar tahun 2016 yang dimana berdasarkan studi "Most Literate Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State University, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Lantas dengan adanya sastra masuk kurikulum, apakah dapat mengatasi permasalahan ini?
 Dalam video youtube yang berjudul "Implementasi Sastra Masuk Kurikulum" pada menit 0.43-0.48, Kepala Badan, Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Bapak Anindito Aditomo berkata bahwa "Untuk mencapai tujuan kurikulum merdeka, karya sastra bisa menjadi media pembelajaran yang sangat potensial" Singkatnya, program Sastra Masuk Kurikulum sendiri memiliki tujuan utama yakni, untuk meningkatkan minat baca, menumbuhkan empati, dan mengasah kreativitas serta nalar kritis murid. Cara kerjanya pun tidak dibatasi dengan murid yang  hanya membaca sebuah karya sastra melainkan juga mampu menafsirkannya. Peran pendidik sangat disarankan untuk mendampingi murid selama berdiskusi mengenai karya sastra.Â
Sebetulnya gagasan ini sudah bagus kalau cuma dijadikan sebagai media pendukung pembelajaran saja bukan dijadikan sebagai satu-satunya upaya untuk meningkatkan minat baca. Berikut, berdasarkan data Perpustakaan Nasional Indonesia menyebut bahwa Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) masyarakat Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 66,77, yang menunjukkan kategori tinggi dan mengalami kenaikan 4,49% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, angka kegemaran membaca sebesar 63,90 (tinggi), tahun 2021 sebesar 59,52 (sedang), tahun 2020 sebesar 55,74 (sedang), tahun 2019 sebesar 53,48 (sedang), tahun 2018 sebesar 52,92 (sedang), dan tahun 2017 sebesar 36,48 (rendah). Ini membuktikan bahwa program sebelum ini pun membuahkan hasil dalam meningkatkan minat baca.Â
Sangat disayangkan, andai saja pemerintah konsisten dengan program sebelum-sebelumnya, mungkin saja peningkatan akan terus berlanjut. Ya, meskipun pemerintah membuat program baru juga karena untuk menyesuaikan perkembangan zaman yang semakin maju. Harapan kedepannya, dengan masuknya sastra ke dalam kurikulum selain untuk meningkatkan minat baca juga mampu mengimplementasikannya di kehidupan sehari-hari. Hal ini nantinya akan membawa negeri kita pada pencapaian yang membanggakan. Partisipasi masyarakat selalu diutamakan dalam program keberlanjutan ini.
REFERENSI
Kalla Institute. "Rendahnya Minat Literasi di Indonesia" https://kallainstitute.ac.id/rendahnya-minat-literasi-di-indonesia/. Diakses pada 24 November 2024
Sistem Informasi Perbukuan Indonesia. "Implementasi Sastra Masuk Kurikulum" Youtube, 7 Agustus 2024. https://youtu.be/ACaSt47k7yA. Diakses pada 24 November 2024.
SIBI. "Sastra Masuk Kurikulum" https://buku.kemdikbud.go.id/sastra-masuk-kurikulum. Diakses pada 24 November 2024.
Sakinah, Rayya Ardila. Good Stats. "Minat Baca di Indonesia Naik, Perpusnas Pasang Target Ambisius pada 2024" https://data.goodstats.id/statistic/minat-baca-di-indonesia-naik-perpusnas-pasang-target-ambisius-pada-2024-dola9. Diakses pada 24 November 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H