Mohon tunggu...
Andini Harsono
Andini Harsono Mohon Tunggu... Freelancer - Traveler - Blogger - Freelancer

Mengurai dunia dengan rasa, pikir dan syukur... Salam sastra Salam budaya Salam berkarya FB : Andini Harsono Twitter : @andiniharsono Instagram : @andini_harsono

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jejak-jejak Pura Mangkunegaran

19 Oktober 2016   18:17 Diperbarui: 20 Oktober 2016   14:43 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kumudowati, Pendopo Ageng, Pura Mangkunegaran (dok. Andini Harsono)

Berkunjung ke kota Surakarta atau Solo, Jawa Tengah, tak lengkap rasanya apabila tidak sowan ke Pura Mangkunegaran. Terletak tidak jauh dari kota hanya sekitar 1,5 KM, Pura Mangkunegaran menyambut saya dengan kesejukannya.

Karena sedang dilakukan renovasi di area loket, maka pembelian tiket masuk dipindahkan setelah melewati pagar tinggi dan terletak di teras bagian kanan dari pintu masuk. Harga tiket masuk Rp. 10.000,- dan Anda langsung mendapatkan tour guide yang akan mendampingi Anda menelurusi jejak-jejak sejarah Raja Mangkunegara. Adalah Bapak Budi Pujiastono yang menjadi guide saya mulai menggiring masuk ke area Pendopo.

Tiket masuk Pura Mangkunegaran (dok. Andini Harsono)
Tiket masuk Pura Mangkunegaran (dok. Andini Harsono)
Pendopo Ageng, Pura Mangkunegaran (dok. Andini Harsono)
Pendopo Ageng, Pura Mangkunegaran (dok. Andini Harsono)
Pura Mangkunegaran terdiri dari 3 (tiga) bangunan utama yaitu Pendopo Ageng (Joglo Pasoko Guru), Paringgitan (Kuthuk Ngambang), dan Ndalem Ageng (Limasan). Pertama, pengunjung akan dipersilakan masuk ke area Pendopo Ageng. Saya terpukau dengan kemegahan desain Pendopo Ageng yang sarat akan seni dan makna.

Di sana terdapat 2 (dua) kelompok gamelan yang terpisah. Gamelan-gamelan tersebut digunakan ketika ada seni pertunjukan di Pura Mangkunegaran dengan penari-penari istana. Seperti yang diketahui, seni tari merupakan hasil karya budaya serta alat komunikasi yang hingga saat ini tetap menjadi barang pusaka peninggalan para leluhur. Pada saat saya berkunjung, sedang dilaksanakan pelatihan tarian oleh penari-penari Mangkunegaran.

Semakin ke tengah Pendopo Ageng, mata saya tertuju pada langit-langit Pendopo Ageng yang megah. Terdapat 8 (delapan) kotak berbentuk batik dengan warna berbeda mengundang rasa penasaran saya. Seakan menangkap mata kekaguman serta keherannya saya, Pak Budi langsung menjelaskan makna dari 8 (delapan) batik berbeda warna tersebut.

Kumudowati, Pendopo Ageng, Pura Mangkunegaran (dok. Andini Harsono)
Kumudowati, Pendopo Ageng, Pura Mangkunegaran (dok. Andini Harsono)
Batik Kumudowati adalah nama dari lukisan tersebut. Adapun 8 (delapan) warna berbeda bukan tanpa makna. Kuning bermakna mencegah rasa kantuk, biru mencegah datangnya musibah, hitam mencegah rasa lapar, hijau mencegah frustasi atau stress, putih mencegah pikiran kotor atau negatif, orange mencegah ketakutan, merah mencegah kejahatan dan ungu mencegah pikiran jahat. Pada bagian poros batik, menggantung lampu desain eropa menambah elegannya bangunan ini. Sungguh indah.
Paringgitan, Pura Mangkunegaran (dok. Andini Harsono)
Paringgitan, Pura Mangkunegaran (dok. Andini Harsono)
Berikutnya masuk ke Paringgitan. Bangunan ini katanya berbentuk Kuthuk Ngambang atau Ikan Gabus yang sedang mengambang di air. Paringgitan biasanya digunakan untuk pagelaran wayang sesuai dengan namanya ringgit.

Di sana terdapat foto Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IX beserta GKP Mangkunegara. Ada pula lukisan istri Mangkunegara VIII yang dibuat 3 (tiga) dimensi dimana bisa dilihat dari berbagai arah. Bangunan ini juga tidak kalah indah. Bernuansa hijau menambah kesejukan.

Kemudian saya diajak Pak Budi masuk ke area pribadi yaitu Ndalem Ageng. Bangunan berbentuk limasan ditopang oleh 8 (delapan) soko guru  atau tiang utama ini adalah tempat penyimpanan benda-benda peninggalan Mangkunegara I-VIII. Mulai dari perhiasan, senjata (pedang, keris, senapan), peralatan makan, dan hiasan rumah pada waktu itu.

Parfum permaisuri dan putrinya juga masih tersimpan rapi di dalamnya. Benda-benda tersebut ada juga pemberian dari Raja negara-negara lain. Lukisan dan foto Mangkunegara II-IX beserta istrinya rapi berjajar menghiasi tembok ruangan. Sedangkan Mangkunegara I digambarkan dengan simbol Surya Sumirat yang berarti Matahari yang Menyinari. Oya, di ruangan ini dilarang mengambil foto ataupun video ya karena bersifat private.

Ruangan ini membuat saya berdecak kagum. Bagaimana tidak? Saya bisa melihat dengan cermat bagaimana keluarga Mangkunegara jaman dulu menggunakan perhiasannya mulai dari kecil sampai besar. Bahkan untuk menjaga kesucian dan kesetiaan terhadap pasangan, mereka harus menggunakan Badong yang dipasang pada alat kelamin mereka.

Badong hanya bisa dibuka oleh pasangannya yang sah dengan mantra. Meskipun telah sah menjadi suami istri, mereka tidak tinggal satu kamar. Mereka tidur terpisah. Selain itu, permaisuri berhak memegang kunci pintu seluruh kerajaan. Tak kalah menarik perhatian saya adalah stempel kaki. Stempel yang biasa berbentuk bulat ada pegangan untuk dipegang tangan, stempel ini menyerupai cincin dan ketika hendak digunakan, dilingkarkan ke jempol kaki lalu ditekan pada kertas seperti biasa. Hal ini bermakna bahwa penjajah pada waktu itu tidak lebih tinggi dari bangsa Indonesia.

Kaputren, Pura Mangkunegaran (dok. Andini Harsono)
Kaputren, Pura Mangkunegaran (dok. Andini Harsono)
Keluar dari Ndalem Ageng, pengunjung bisa mengambil foto kembali dan menggunakan alas kaki. Karena begitu masuk Pendopo Ageng, pengunjung dipersilakan untuk melepas alas kaki dan menyimpannya pada kantong yang sudah disediakan oleh guide. Tempat selanjutnya adalah Kaputren. Putra dan putri ditempatkan terpisah dari dulu sampai sekarang.

Kaputren adalah tempat tinggal para putri sedang kaputran adalah tempat tinggal para putra raja. Saat ini, kamar-kamar yang ada di kaputren sudah jarang digunakan kecuali apabila sedang ada acara keluarga. Di antara kaputren dan kaputran, menghampar hijau pepohonan dan taman asri. Ada pula lingga dan yoni yang melambangkan Dewa Siwa dan Dewi Parwati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun