Bali adalah pulau impian semua orang untuk berkunjung kesana. Namanya sangat sering disebut-sebut turis domestik maupun mancanegara sebagai tujuan berwisata. Bali sangat lengkap menyajikan tempat-tempat indah penghilang penat. Lautan, gunung, budaya dan masyarakat adat menjadi paduan cantik untuk dikenal lebih dekat. Terakhir saya berkunjung ke Bali untuk bekerja pada Agustus 2015 lalu. Setelah itu panggilan untuk kembali kesana sering terngiang di telinga. Tanpa disangka awal April 2016 kemarin, saya bersama tujuh teman yang lain berkesempatan pergi ke Bali. Yang membuat saya paling bahagia adalah kami ke Bali bukan hanya jalan-jalan ke kota Bali seperti Pantai Kuta, Legian dan sebagainya. Namun, kita mengunjungi dan menetap di suatu desa yang luar biasa indahnya yaitu Desa Batur, Kecamatan Kintamani. Desa yang menjadi saksi tumbuhnya seorang anak Bali yang bisa sukses menembus dunia yaitu Jero Wacik.
Jero Wacik adalah seorang negarawan, kenapa? karena yang melekat pada dirinya hanyalah berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi negara dan bangsa Indonesia. Tidak ada sedikitpun beliau memikirkan kepentingan dirinya sendiri ketika menduduki sebuah jabatan. Jero Wacik selalu memberikan gebrakan-gebrakan prestasi ketika beliau menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Menteri ESDM. Berbagai macam peraturan yang menguntungkan bagi rakyat juga dibuatnya. Jero Wacik merapikan seluruh staf pada jajaran internal Kementerian Pariwisata dan juga Kementerian ESDM agar bisa bekerja dengan baik, benar, jujur dan tidak menguntungkan pribadi atau kelompok. Semua dilakukan hanya untuk rakyat.
Namun, belum tuntas kerja kerasnya membangun kembali sistem pemerintahan yang sudah usang, Jero Wacik terjegal oleh fitnah mantan sekjen ESDM Waryono Karno yang menyebutkan Jero Wacik melakukan beberapa tindakan korupsi. Anehnya KPK begitu percaya akan isu-isu tersebut. Dituduhlah Jero Wacik melakukan pemerasan terhadap anak buah dan pihak ketiga serta gratifikasi ketika menjabat sebagai Menteri ESDM. Tuduhan ini gugur di persidangan karena terbukti dana kick back ini sudah terjadi di tahun 2010 sedangkan Jero Wacik baru menjadi Menteri ESDM 2011. Kemudian tuduhan penyalahgunaan DOM yang terjadi sejak menjabat sebagai Menteri Pariwisata dilanjutkan dengan Menteri ESDM. Tuduhan ini juga tidak terbukti ditambah lagi dengan kesaksian Pak JK dalam persidangan yang menjelaskan bahwa DOM itu 80% nya diberikan secara lumsum kepada menteri dan bersifat leluasa. Sedangkan 20% nya untuk dukungan operasional lain. Kesaksian Pak JK dipersidangan juga tidak diindahkan oleh JPU dan terus mencari kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak ada.
Lalu ada juga yang menyebutkan istri Jero Wacik doyan berfoya-foya. Bepergian keluar negeri dan berpesta pora. Secara logika, Jero Wacik dan keluarga itu sudah kaya sebelum menjabat sebagai menteri. Jero Wacik berhasil menjadi milyader lewat beberapa bisnis yang dijalankannya. Kemudian Jero Wacik dipercaya oleh Presiden SBY untuk menjadi Menteri Pariwisata dilanjutkan Menteri ESDM bukan tanpa alasan. Pada saat menjadi Menteri Pariwisata, Jero Wacik diundang untuk menghadiri Festival Gunung Kerinci dengan medan yang sulit. Harus bangun pagi-pagi buta padahal baru tidur 2 jam, dan sebagai istri Menteri, Triesna Wacik wajib mendampingi suaminya untuk bertugas kemanapun itu. Jadi otomatis apabila Jero Wacik pergi ke daerah, selalu didampingi istri. Nah apakah istri Jero Wacik harus membayar ongkosnya sendiri? Harus membayar biaya penginapan sendiri? Jika semua orang menuduh Triesna Wacik menghabiskan uang negara ratusan juta untuk kepentingan pribadinya.
Dalam buku yang berjudul “Tak Ada Keringat Yang Sia-Sia”, Triesna Wacik menceritakan beberapa pengalamannya ketika mendampingi Jero Wacik sebagai Menteri. Bahkan ketika pertama kali Presiden SBY mengumumkan Menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid 1 dan disebutkannya Jero Wacik sebagai Menteri Pariwisata, Triesna Wacik orang pertama yang memeluk Jero Wacik memberikan selamat sekaligus semangat untuk bekerja sesuai dengan tujuan hidupnya yaitu memajukan bangsa dan negara Indonesia. Triesna Wacik juga rela bangun sebelum subuh untuk dirias oleh penata rias istana apabila ada acara pagi, rela menggunakan jarik dan kebaya berjam-jam lamanya di atas pesawat kecil untuk menuju lokasi acara hanya untuk menunjukkan bahwa beliau mendukung penuh suaminya sebagai Menteri Pariwisata. Semua dilakukannya sebagai rasa cinta bukan hanya kepada suaminya tetapi juga kepada negara ini.
Mengunjungi rumah Jero Wacik dan keluarga jauh sekali dari kata mewah. Hidupnya sederhana sedari kecil yang sering bercengkrama dengan alam, seakan mendewasakan dan mematangkan karakter Jero Wacik yang begitu kuat. Perjalanan hidup susah dan senang sudah dilewatinya. Hingga sekarang berada di balik tembok tinggi nan kokoh Cipinang tidak lantas menyusutkan sedikitpun semangat untuk melakukan sesuatu bagi negara dan bangsa. Berpikir positif, tersenyum dan ikhlas menjalani cobaan menjadi moto hidupnya. Nama Jero Wacik juga masih melekat di hati Susilo Bambang Yudhoyono, hal ini terbukti dalam bukunya berjudul “SBY, Selalu Ada Pilihan.” nama Jero Wacik tertulis jelas dan berulang. SBY menuturkan bahwa Jero Wacik adalah orang yang selama ini menjadi teman diskusinya dalam segala hal, orang yang bekerja keras tanpa banyak bicara tapi nyata hasilnya.
“Tidak ada sesuatu yang tidak direncanakan Tuhan”. Kalimat ini selalu Jero Wacik sebutkan ketika kami menemuinya. Benar saja, perkenalan kami dengan Jero Wacik, dan mengenalnya lebih dekat tidak lepas dari rencana Tuhan. Apakah KPK dan JPU tidak ingin mengenal lebih dekat Jero Wacik? Atau mereka gengsi karena sudah salah menuduh orang yang tidak bersalah? Semoga Tuhan membukakan hati mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H