Mohon tunggu...
Andini Elnivira
Andini Elnivira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi mengedit vidio dan memasak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Problematika Pembelajaran PKn di SD : Ketika Materi Tidak Sejalan dengan Realitas Sosial

22 Desember 2024   11:56 Diperbarui: 22 Desember 2024   11:55 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai salah satu mata pelajaran wajib di tingkat Sekolah Dasar tengah menghadapi tantangan serius terkait ketidak kontekstual pembelajaran. Fenomena ini menjadi sorotan berbagai kalangan pendidikan mengingat peran vital PKn dalam membentuk karakter dan kesadaran berbangsa pada siswa sejak dini. Berdasarkan survei komprehensif yang dilakukan oleh Tim Peneliti Pendidikan Nasional (2023), dari 500 sekolah dasar yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia, lebih dari 70% masih menerapkan pembelajaran PKn yang bersifat tekstual dan jauh dari konteks kehidupan nyata siswa.

Dr. Ahmad Syafii, Kepala Pusat Penelitian Pendidikan Dasar Universitas Gadjah Mada, dalam Forum Pendidikan Nasional 2023 memaparkan, "Pembelajaran PKn saat ini masih terjebak dalam paradigma lama yang mengedepankan hafalan dan teori tanpa memberikan ruang bagi siswa untuk mengalami dan merasakan langsung nilai-nilai kewarganegaraan dalam keseharian mereka." Pernyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian longitudinal yang ia lakukan selama tiga tahun (2020-2023) di 50 sekolah dasar di Pulau Jawa.

Ketidak kontekstualan pembelajaran PKn dapat dilihat dari berbagai aspek. Pertama, dari segi materi pembelajaran  bahwa 80% contoh kasus yang digunakan dalam buku teks PKn SD masih menggunakan ilustrasi yang sudah ketinggalan zaman. "Misalnya, ketika membahas tentang teknologi komunikasi, buku masih menggunakan contoh telegram dan wartel, padahal siswa saat ini hidup di era smartphone dan media sosial," tulis mereka dalam Jurnal Pendidikan Modern. Lebih lanjut, analisis konten yang dilakukan Tim evaluasi Bahan Ajar Nasional menemukan beberapa permasalahan kritis:

  • 85 % contoh kasus tidak relevan dengan kehidupan siswa.
  • 70 % Ilustrasi tidak mencerminkan kondisi sosial terkini.
  • 90% aktivitas pembelajaran tidak memanfaatkan teknologi digital.
  • 75% materi tidak mengakomodasi keragaman budaya lokal.

Kedua, dari aspek metodologi pembelajaran. Hasil observasi yang dilakukan Tim Evaluasi Pendidikan Kemendikbud Ristek (2023) di 300 SD menunjukkan bahwa 75% guru masih mengandalkan metode ceramah dan penugasan berbasis buku teks. "Pendekatan pembelajaran semacam ini membuat siswa kesulitan menghubungkan konsep yang dipelajari dengan realitas sosial di sekitar mereka," ungkap Prof. Dr. Siti Nurjanah, Ketua Tim Evaluasi, dalam laporannya.

Dampak pembelajaran yang tidak kontekstual ini sangat signifikan. Studi yang dilakukan oleh Hermawan dan Kusuma (2023) terhadap 1.500 siswa SD kelas 4-6 menunjukkan bahwa hanya 35% siswa yang mampu mengaplikasikan konsep-konsep PKn dalam kehidupan sehari-hari. "Mayoritas siswa hanya mampu menghafalkan definisi dan teori, tetapi gagal memahami relevansinya dengan kehidupan mereka," jelasnya dalam Jurnal Civic Education.

Lebih mengkhawatirkan lagi,  adanya korelasi antara pembelajaran PKn yang tidak kontekstual dengan rendahnya kesadaran sosial dan nasionalisme siswa. Dari sampel 2.000 siswa SD, 65% menunjukkan tingkat pemahaman yang rendah tentang nilai-nilai Pancasila dan implementasinya dalam kehidupan bermasyarakat. Menurunnya minal belajar survei motivasi belajar yang dilakukan oleh Tim Psikologi Pendidikan Universitas Indonesia, menunjukkah bahwa 70% siswa menganggap PKn sebagai mata pelajaran membosankan. “Mereka tidak melihat relevansi antara apa yang di pelajari dengan kehidupan mereka” Jelas Dr. Siti Aminah.

"Pembelajaran PKn seharusnya menjadi wadah bagi siswa untuk mengembangkan kepekaan sosial dan pemahaman tentang hak serta kewajiban sebagai warga negara, bukan sekadar mata pelajaran yang harus dihafalkan untuk mendapatkan nilai bagus," tegas Dr. Bambang Supriyanto, pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, dalam seminar nasional pendidikan karakter.

Para ahli menawarkan beberapa solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Pertama, pengembangan bahan ajar kontekstual yang relevan dengan kehidupan siswa masa kini. Dr. Ratna Dewi (2023) dalam bukunya "Revoluci Pembelajaran PKn SD" menyarankan penggunaan studi kasus aktual dan media pembelajaran digital yang dekat dengan keseharian siswa. Kedua, implementasi model pembelajaran berbasis proyek sosial. Penelitian Gunawan dan Pratama (2023) menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang menerapkan pembelajaran PKn berbasis proyek sosial mencatat peningkatan pemahaman siswa hingga 75%. "Ketika siswa terlibat langsung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, pemahaman mereka tentang nilai-nilai kewarganegaraan menjadi lebih mendalam," tulis mereka.

Ketiga, peningkatan kompetensi guru dalam mengembangkan pembelajaran kontekstual. Program pelatihan guru yang dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Pendidikan (2023) di 10 provinsi menunjukkan hasil positif, dengan 80% guru peserta mampu mengembangkan rencana pembelajaran PKn yang lebih kontekstual dan bermakna. Keempat, pengembangan materi kontekstual Tim Pengembang Kurikulum Nasional telah merancang framework baru pengembangan materi PKn berbasis kearifan lokal dan isuk kontemporer. “Setiap daerah memiliki konteks sosial budaya yang berbeda, ini harus terakomodasi dalam pembelajaran” jelas Dr. Suryanto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun