Salah satu poin utama keberatan warga adalah kurangnya komunikasi dan sosialisasi dari pihak Kedubes India maupun Pemprov DKI Jakarta. Sejak proyek ini mulai direncanakan pada 2017, warga mengaku tidak pernah diajak berdialog atau diberi informasi yang memadai tentang dampak pembangunan terhadap lingkungan mereka.
"Bayangkan, sejak 2017 kami tidak pernah dilibatkan sama sekali. Baru tahun 2021 kami tahu ada pembangunan besar di sini. Apakah ini adil untuk kami sebagai warga yang akan terdampak langsung?" ujar seorang perwakilan warga.
Kurangnya sosialisasi dianggap melanggar prinsip transparansi dalam hukum administrasi negara, yang mengharuskan pemerintah melibatkan masyarakat terdampak dalam setiap proses perencanaan proyek.
Landasan Hukum: Pelanggaran Administrasi dalam Pembangunan
Kasus ini memperlihatkan pentingnya kepatuhan terhadap hukum administrasi negara dalam pelaksanaan proyek pembangunan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) adalah dokumen wajib yang harus disetujui sebelum izin pembangunan diterbitkan.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja mengatur bahwa penerbitan PBG hanya dapat dilakukan setelah dokumen Amdal dinyatakan lengkap dan disahkan. Dalam kasus ini, urutan perizinan yang salah dapat menjadi dasar untuk membatalkan seluruh proses perizinan pembangunan.
Majelis Hakim PTUN dalam putusannya pada 29 Agustus 2023 menemukan adanya kejanggalan yang merugikan warga, sehingga memerintahkan penghentian sementara proyek tersebut. Putusan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang menyebutkan bahwa setiap keputusan tata usaha negara yang cacat prosedur dapat dibatalkan demi hukum.
Harapan Warga: Dialog dan Transparansi
Warga berharap pihak Kedubes India dan Pemprov DKI Jakarta segera melakukan dialog terbuka untuk mencari solusi terbaik. Mereka menekankan bahwa pembangunan gedung harus melalui prosedur yang benar, tidak merugikan lingkungan, dan tidak mengabaikan hak-hak masyarakat.
"Kami tidak melarang pembangunan, tetapi prosedur harus benar. Jangan sampai proyek ini menjadi preseden buruk bagi pembangunan lain di Jakarta," ujar seorang warga.
Sebagai jalan keluar, warga meminta agar Pemprov DKI Jakarta mengkaji ulang izin pembangunan dan memastikan semua persyaratan hukum terpenuhi. Selain itu, mereka berharap pihak Kedubes India dapat lebih terbuka dan bersedia mendengarkan aspirasi warga agar tidak terjadi konflik berkepanjangan.