Jakarta Selatan -- Penolakan warga RT 02 RW 02 Kuningan Timur terhadap pembangunan gedung apartemen Kedutaan Besar (Kedubes) India setinggi 18 lantai terus berlanjut. Warga memprotes keras karena merasa tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan mengungkapkan adanya dugaan cacat prosedur dalam penerbitan izin pembangunan gedung. Polemik ini bahkan telah bergulir ke ranah hukum, di mana Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan untuk memenangkan gugatan warga dan memerintahkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menghentikan sementara pembangunan.
Namun, Pemprov DKI Jakarta tidak tinggal diam. Mereka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) untuk melawan keputusan tersebut. Sementara itu, warga tetap meminta kejelasan dan mengharapkan solusi yang tidak merugikan lingkungan serta menjaga hak-hak mereka sebagai bagian dari masyarakat terdampak.
Kronologi Masalah: Dari Renovasi ke Penolakan
Proyek ini awalnya terdeteksi oleh warga pada tahun 2021, meskipun bangunan sudah lama terbengkalai. Banyak warga awalnya menyambut baik kabar renovasi, karena menganggapnya sebagai langkah positif untuk menghidupkan kembali kawasan tersebut. Namun, pandangan warga berubah ketika mengetahui proyek itu bukan sekadar renovasi, melainkan pembangunan gedung baru setinggi 18 lantai.
"Ketika pertama kali dengar bangunan akan direnovasi, kami senang. Tapi setelah tahu ini proyek pembangunan besar, kami terkejut, apalagi tidak pernah ada sosialisasi langsung," ungkap salah satu warga setempat.
Masalah semakin kompleks ketika warga menemukan dugaan pelanggaran prosedur perizinan. Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) diterbitkan pada 1 September 2023, tetapi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari Dinas Lingkungan Hidup baru disahkan pada 20 Oktober 2023. Menurut hukum administrasi negara, Amdal seharusnya diterbitkan lebih dulu sebagai dasar kelayakan pembangunan.
Cacat Prosedur dan Dugaan Malpraktik Administrasi
Pengacara warga, David Tobing, menggarisbawahi bahwa penolakan warga tidak didasari niat buruk terhadap Kedubes India atau rencana pembangunannya. Namun, ia mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran serius dalam prosedur administrasi. Selain urutan perizinan yang tidak sesuai, warga menduga terjadi manipulasi data dalam pengajuan izin pembangunan.
"Proses penerbitan PBG dan Amdal saja sudah menunjukkan adanya ketidakwajaran. PBG keluar lebih dulu padahal Amdal belum terbit. Ini melanggar aturan administrasi yang berlaku," ujar David.
Tidak hanya itu, ketinggian gedung juga menjadi polemik. Bangunan setinggi 18 lantai dianggap tidak sesuai dengan karakter lingkungan sekitar, yang mayoritas terdiri dari bangunan lebih rendah. Warga khawatir proyek ini akan mengganggu privasi, menimbulkan kemacetan, serta memicu kecemburuan dengan kedutaan besar lainnya di kawasan tersebut.
Sosialisasi yang Tidak Memadai