Pukul 10.00 pagi bel tiga kali tanda pulang berbunyi. Kami sekelas terkejut karena seharusnya pelajaran masih berlangsung.
Ibu guru di kelas yang mengajar Biologi menjelaskan bahwa seluruh guru harus segera melayat ke rekan guru dari SMP lain.
Saya dan teman-teman merasa gembira karena kami bisa pulang lebih awal.
Tidak segera pulang, saya dan dua teman lain, sebut saja mereka Ulfa dan Lia. Kami berembug untuk menghabiskan waktu bersama.
Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke rumah Ulfa, yang katanya tidak jauh dari sekolah kami.
Waktu itu saya masih kelas 1 SMP. Tidak banyak anak dari SD saya masuk ke SMP negeri, tempat saya melanjutkan sekolah. Ulfa dan Lia juga berasal dari SD yang berbeda, namun kami cepat akrab walaupun baru beberapa minggu berkenalan. Saya bersyukur bisa mengenal mereka.
Saat menuju rumah Ulfa, saya ingat melewati perkampungan di gang kecil sebelah sekolah. Kemudian menyeberang jalan raya, masuk lagi ke sebuah gang. Gang tersebut merupakan daerah pemukiman padat penduduk namun masih terdapat kebun di sudut kanan-kirinya.
Ulfa mengarahkan kami ke sebuah rumah sederhana dengan kebun pisang di kanan kirinya.
"Ayo, wis tekan." (ayo, sudah sampai), kata Ulfa pada kami.
Rumah Ulfa merupakan bangunan semi permanen. Saat kami masuk, lantainya merupakan lantai plester dengan guratan-guratan semen yang tidak rata. Ruang tamunya kecil dengan satu set kursi merah beludru sederhana khas tahun 90-an yang busanya sudah mencuat di sana-sini.