Ada satu pengalaman yang membuat saya belajar banyak tentang hubungan profesional dan kepercayaan. Ini adalah cerita tentang seseorang yang pernah dianggap teman, seorang rekan kerja yang pada awalnya terlihat tulus. Mari kita panggil dia "Rekan A".
Rekan A dan seseorang itu bertemu di dunia HR. Mereka sering berdiskusi, bertukar pikiran, dan bahkan saling mendukung dalam berbagai kesempatan. Seiring waktu, hubungan mereka berkembang menjadi lebih dari sekadar kolega. Ada rasa nyaman untuk berbagi informasi dan peluang dengannya, termasuk memberikan rekomendasi kepada sebuah lembaga pelatihan yang membutuhkan tenaga pengajar. Niatnya, ini akan menjadi langkah baik untuknya, juga untuk lembaga tersebut.
Awalnya, semua berjalan lancar. Rekan A menerima pekerjaan itu dan mulai mengajar di sana. Hal ini membuat semua pihak merasa senang melihat perkembangan yang ada. Namun, perlahan, ada perubahan yang terasa. Dia mulai menunjukkan sikap yang berbeda, meskipun samar. Perubahan ini tidak langsung mencolok, tetapi ada hal-hal kecil yang mengundang tanda tanya. Misalnya, ia mulai sering menghindari percakapan yang biasanya dilakukan tentang pekerjaan di lembaga tersebut, atau memberikan jawaban yang ambigu ketika ditanya.
Puncaknya, dia mengungkapkan niat untuk resign dari lembaga itu. Awalnya, ini dianggap sebagai keputusan yang wajar, bahkan ada rasa lega karena berpikir semuanya akan berjalan sebagaimana mestinya. Namun, beberapa minggu kemudian, terungkap bahwa dia tetap di sana. Tidak hanya itu, dia mengambil alih sebagian besar porsi mengajar yang sebelumnya dimiliki orang lain. Tentu saja, semua ini dilakukan dengan cara yang terlihat "bersih". Tidak ada tindakan yang secara langsung mencerminkan niat buruk, tetapi langkah-langkahnya terasa sangat terencana. Sulit untuk menganggap ini sebagai kebetulan.
Ada perasaan campur aduk yang muncul: kecewa, marah, dan, jujur saja, sedikit terluka. Hal ini memunculkan renungan, mencari pelajaran di balik kejadian tersebut. Kadang-kadang, seseorang yang dianggap teman tidak selalu memiliki niat yang sama. Ada orang-orang yang tahu bagaimana mengambil kesempatan dengan licik, menggunakan hubungan baik sebagai pijakan untuk keuntungan pribadi.
Dari pengalaman ini, ada pelajaran penting untuk lebih berhati-hati. Tidak semua orang layak mendapatkan akses penuh ke kepercayaan kita, terutama dalam dunia profesional. Terkadang, menjaga batas dan mengamati dengan lebih teliti adalah langkah yang bijaksana. Karena, seperti yang terlihat dari kisah ini, tidak semua "teman" memiliki niat yang bersih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI