Siapa yang tidak mengingat fenomena yang terjadi pada tahun 2015, dimana Desa Bantar Karet heboh diperbincangkan karena adanya aktivitas penambangan ilegal. Fenomena ini menjadi tamparan keras bagi masyarakat sekitar karena pada saat itu  di kerahkan 4000 personil gabungan TNI dan Kepolisian untuk menghancurkan beberapa kampung yang padat dihuni oleh para Penambang Emas Tanpa Izin (PETI). Aksi ini dilakukan sebagai upaya pemberantasan PETI yang marak dilakukan oleh berbagai kalangan masyarakat. Baik masyarakat lokal maupun dari berbagai daerah.Â
Aksi pemberantasan PETI ini menimbulkan permasalahan baru bagi masyarakat setempat, hal ini karena masyarakat harus beralih profesi untuk dapat menyambung hidupnya. Persoalan ini kemudian menjadi PR besar bagi pemerintah desa yang dimana harus ikut memberikan solusi bagi masyarakat agar mereka tetap bisa mencari nafkah tanpa harus kembali menjadi PETI. Kemudian tercetuslah ide kawasan desa wisata untuk wilayah Bantar Karet sebagai solusi efektif bagi permasalahan yang sedang menimpa masyarakat. Salah seorang aparat desa  menyebutkan bahwa,Â
"Kita disini sanggup  menyiapkan solusi yang nyata, seperti misalkan Desa Bantar Karet menjadi desa wisata.  Artinya kan  harus ada wisatanya dulu. Itu pengalihan profesi. "Hey jangan menambang, itu berbahaya sama nyawa anda, berbahaya sama keluarga anda. Disinilah anda pindah, sudah kami siapkan tempatnya". Jadi tidak ada alasan untuk mereka menolak," ujar Bapak M pada (26/05/2023).
Pernyataan Bapak M tersebut menunjukkan bahwa pemerintah setempat telah memberikan solusi berupa program Desa Wisata Bantar Karet. Program ini diharapkan dapat membuat masyarakat yang sebelumnya bekerja menjadi PETI beralih bekerja pada sektor pariwisata. Selain tujuan tersebut, program Desa Wisata Bantar Karet merupakan upaya pemerintah setempat untuk menghilangkan bayang-bayang PETI dan keuntungan yang mereka peroleh. Bapak M menuturkan bahwa,Â
"Kita tidak bisa menutup bahwa sekarang Desa Bantar Karet sudah dinobatkan sebagai desa wisata. Itu adalah salah satu tujuan untuk merubah mindset masyarakat yang tadinya terhipnotis oleh kemewahan-kemewahan yang namanya emas," jelasnya.
Oleh sebab itu  menjadi penting saat ini untuk dibahas adalah apakah keberadaan Desa Wisata Bantar Karet benar-benar menghilangkan bayang -bayang PETI dengan segala keuntungan yang mereka peroleh ? Apakah solusi yang diberikan oleh pemerintah setempat merupakan solusi yang efektif? atau justru keberadaan program tersebut tidak membawa arti apa-apa bagi masyarakat setempat. Dari wawancara yang dilakukan bersama salah seorang warga, beliau menyebutkan bahwa, "Kalau sekarang kebanyakan alih profesi ke Jakarta lagi jualan sayur. Migrasi ke kota lagi," ujar Bapak S selaku salah warga RW 04 pada (26/05/23).  Pernyataan informan tersebut tidak menyebutkan bahwa masyarakat yang dulunya bekerja sebagai PETI beralih profesi pada sektor pariwisata sebagaimana yang menjadi rencana pemerintah desa. Informan justru menyebutkan bahwa masyarakat yang dulunya bekerja sebagai PETI kebanyakan bekerja sebagai tukang sayur. Ia pun menambahkan bahwasanya masyarakat yang kini beralih profesi menjadi tukang sayur kebanyakan masih mengerjakan pekerjaan lain atau bisa disebut sebagai pekerja serabutan. Bapak S juga mengungkapkan bahwa masyarakat yang bekerja serabutan beberapa di antaranya masih sering melakukan aktivitas penambangan ilegal. Menurut Bapak S masih adanya aktivitas PETI bukan sekedar karena masyarakat masih terbayang-bayang kemewahan emas, melainkan karena aktivitas tersebut telah mereka lakukan berpuluh-puluh tahun sampai aktivitas tersebut dirasa sebagai sebuah rutinitas. "Kalau dari yang saya rasain duitnya ga seberapa cuman kebiasaan rutin aja aktivitas. Kayak seperti ke ladang. Seperti gitu aja rutinitas," pungkas Bapak S pada (26/05/23).Â
Pernyataan warga mengenai masih adanya kegiatan PETI di Desa Bantar Karet menjadi evaluasi bagi pemerintah desa. Hal ini dikarenakan solusi efektif yang mereka tawarkan kepada warga tidak diterapkan. Menjadi pertanyaan kemudian apakah program yang ditawarkan oleh pemerintah desa sudah sesuai dengan potensi dan kondisi wilayah di Desa Bantar Karet? ataukah program tersebut disusun tanpa adanya perencanaan yang matang sehingga masyarakat tidak melihat solusi yang ditawarkan oleh pemerintah desa sebagai sebuah aksi solutif.Â
Sebelum menilai apakah program tersebut sesuai atau tidak, pemerintah setempat harus mengetahui bagaimana masyarakat memandang aktivitas PETI. Jika mayoritas masyarakat memandang PETI sebagai sebuah rutinitas  sebagaimana yang dirasakan oleh informan di atas maka yang jadi PR pemerintah adalah bagaimana rutinitas tersebut dapat tergantikan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H