Barangkali Anda dan Saya termasuk yang pernah dikecewakan oleh gambar atau objek tertentu yang terlihat sempurna tapi sebenarnya tidak. Misalnya, saat mendapatkan brosur, tidak jarang gambar yang disajikan demikian mewah sehingga mengundang daya tarik bagi yang melihatnya.
Situasi inilah yang terjadi saat saya dengan keluarga memutuskan berkunjung pada sebuah restoran di bilangan Senayan. Saat itu kami mendapat brosur yang dibagikan oleh seseorang yang kemungkinan besar adalah karyawan restoran tersebut. Terpengaruh tampilan brosur, kami pun memutuskan mencari lokasinya. Sejurus kemudian kami berhasil menemukan restoran tersebut yang dari kejauhan nampak jejeran gambar display makanan terpampang tepat di depan pintu masuk.
Tidak ada masalah dengan gambar-gambar tersebut. Namun, setelah makanan disajikan, kami sekeluarga refleks saling pandang melihat makanan yang tersaji di hadapan kami. Semua begitu ”minimalis” untuk ukuran makan malam kami sekeluarga. Spontan ipar saya berucap ”hmm...tak seindah warna aslinya”.
Terlepas maksud baik produsen menyajikan brosur dan display yang menarik untuk menarik calon pembeli sebanyak mungkin. Harus diperhatikan pula aspek etika dan persepsi yang akan terbangun dibenak pelanggan, sehingga niat baik memasarkan produk tidak bermakna penipuan bagi pelanggan.
Jika kondisinya seperti ini maka sangat tidak mungkin mengharapkan konsumen loyal yang siap datang kembali (repeat purchase). Sebaliknya, pelanggan akan ”bernyanyi” negatif tentang apa yang dialaminya dalam setiap kesempatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H