Ini pengalaman kami saat bermukim di daerah Sunter, Jakarta Utara. Saat itu meskipun kami tinggal tidak jauh dari beberapa mal besar, namun untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari terutama yang bersifat dadakan, kami memilih sebuah ”minimarket” dekat rumah. Selain lumayan lengkap, jaraknya hanya 5 menit dari tempat tinggal kami. Saya menyebutnya minimarket dalam tanda kutip, sebab sejatinya tempat tersebut adalah sebuah toko rumahan, namun seiring waktu pelanggan perumahan yang makin banyak membuat toko ini cepat berkembang, menyediakan varian produk layaknya sebuah minimarket. Bentuk asli toko yang dulunya rumah tinggal pun sudah disulap termasuk rak display yang serba mirip minimarket.
Menjalankan bisnis sekelas minimarket yang menjual cukup banyak item produk, tentunya menuntut pendekatan manajerial yang cukup agar dapat terus tumbuh sesuai harapan pelanggan, seperti bagaimana tata letak untuk memudahkan konsumen dan sirkulasi barang. Tetapi disinilah letak masalahnya. Meskipun sang pemilik berhasil menata letak produk-produknya dengan baik, dia gagal menerapkan prinsip first come first out, padahal sirkulasi yang baik sangat krusial bagi bisnis minimarket. Barang-barang yang datang pertama kali ditumpuk paling bawah sehingga menyulitkan mengambilnya. Terlihat banyak kotak barang yang menumpuk disetiap sisi ruangan, hal inilah yang membuat beberapa produk yang sudah tidak layak konsumsi alias kadaluarsa tetap terpajang dengan rapi di rak. Nyaris tidak ada yang melakukan pencatatan atau mengawasi, pemilik sepertinya hanya tahu menata dan menjualnya.
Situasi ini bukan hanya merugikan konsumen secara langsung berupa ancaman kesehatan tetapi juga eksistensi usaha menjadi taruhannya. Awalnya, konsumen mungkin bisa memakluminya sebagai sebuah kesalahan, namun berikutnya akan merasa tertipu dan tidak akan berbelanja lagi. Selanjutnya, bisa ditebak bagaimana masa depan bisnis tersebut. Belakangan minimarket tersebut tidak seramai dulu lagi. Konsumen disekeliling yang ramai membicarakannya telah memilih toko alternatif meskipun harus menempuh jarak yang lebih jauh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H